Sabtu, 30 Mei 2015

Ajaran Sesat Wahabi Dalam Tafsir Al-'Usyr Al-Akhir (Versi Bulan Ramadlan)

Bulan Ramadlan :: Ajaran Sesat Wahabi Dalam Tafsir Al-'Usyr Al-Akhir (Versi Bulan Ramadlan)
Sebelumnya saya sudah menulis artikel yang berjudul "Jama'ah Haji dan Umrah Harus Hati hati Dengan Pembagian Kitab Gratis di Makkah Maupun Madinah" di tulisan tersebut saya menjelaskan bahwa pihak Wahabi menyebarkan faham wahabi di makkah dengan memberikan buku gratis yang berjudul "Tafsir Al-'Usyr Al-Akhir Dari Al-Qur'an Al-Karim"
Di kitab "Tafsir Al-'Usyr Al-Akhir Dari Al-Qur'an Al-Karim" ada banyak kesesatan yang sengaja dibuat untuk merusak i'tiqad Ummat Islam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA) yang sering dipanggil Sunni. salah satu banyak bisa anda jumpai di halaman 110 (Dialog Santai). dalam dialog tersebut kaum wahabi mencampur adukkan antara faham kafir, syi'ah dan sunni, dan semuanya diratakan dan disamakan, padahal sangat jelas kafir dengan islam sangatlah beda, bahkan syi'ah dengan sunni juga sangat jauh berbeda, dalam dialog santai tersebut semua dikaburkan sehingga seakan akan sama saja.
Dari penamaan nama yang berbicara di Dialog Santai saja sudah nampak jelas, karena nama yang digunakan adalah "Abd Al-Nabi dan Abdullah". dalam Islam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah tidak ada yang memperbolehkan menggunakan nama Abd Al-Nabi atau Abd-abd yang lain selain mudlaf ilaihnya disandarkan kepada lafadh allah atau nama-nama Allah (Asma' Shifat Allah). disisi lain di dialog santai pihak wahabi membawa-bawa nama syikh abdul qadir al-jailani yang mana beliau adalah salah satu tokoh yang sangat diagungkan oleh kaum sunni.
Abd Al-Nabi juga dianggap sebagai peniruan terhadap Abd Al-Masih padahal tidak ada dalam sunni penyeruan atau pembolehan menggunakan nama semacam itu. hal ini adalah salah satu trik licik kaum wahabi menyamakan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dengan Kaum Kafir atau mungkin kaum Syi'ah.
Dalam Dialog Santai tersebut sangat tidak transparan dan tidak berimbang, kaum wahabi bermanis manis kata hanya untuk membenarkan pendapatnya sendiri.

Kesesatan Pertama Dalam Tafsir Al-'Usyr Al-Akhir Dari Al-Qur'an Al-Karim Versi Bulan Ramadlan:
Menyatakan Bahwa Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (Sunni) sama bahkan lebih jelek daripada Fir'aun dan Abu Jahal. Ayat yang digunakan adalah Surat An-Naml ayat 14 yaitu:

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ

Dan mereka mengingkarinya karena kelaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.
Ayat diatas ini bukan hanya ditujukan kepada fir'aun semata, namun juga kepada tukang sihir yang membela fir'aun, dan hal ini menjelaskan kepercayaan mereka terhadap bukti kebenaran kekuasaan Allah yang nampak melalui Mukjizat yang dimiliki oleh Nabi Musa, untuk lebih jelasnya silahkan anda lihat ayat ayat sebelumnya sebagai berikut:

 إِذْ قَالَ مُوسَى لأهْلِهِ إِنِّي آنَسْتُ نَارًا سَآتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ آتِيكُمْ بِشِهَابٍ قَبَسٍ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ
(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada keluarganya: "Sesungguhnya aku melihat api. Aku kelak akan membawa kepadamu kabar daripadanya, atau aku membawa kepadamu suluh api supaya kamu dapat berdiang".
فَلَمَّا جَاءَهَا نُودِيَ أَنْ بُورِكَ مَنْ فِي النَّارِ وَمَنْ حَوْلَهَا وَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: "Bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta Alam"
يَا مُوسَى إِنَّهُ أَنَا اللَّهُ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
(Allah berfirman): "Hai Musa, sesungguhnya Akulah Allah, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,
وَأَلْقِ عَصَاكَ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ يَا مُوسَى لا تَخَفْ إِنِّي لا يَخَافُ لَدَيَّ الْمُرْسَلُونَ
dan lemparkanlah tongkatmu". Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seperti dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. "Hai Musa, janganlah kamu takut. Sesungguhnya orang yang dijadikan rasul, tidak takut di hadapan-Ku.
  إِلا مَنْ ظَلَمَ ثُمَّ بَدَّلَ حُسْنًا بَعْدَ سُوءٍ فَإِنِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
tetapi orang yang berlaku lalim, kemudian ditukarnya kezalimannya dengan kebaikan (Allah akan mengampuninya); maka sesungguhnya Aku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

وَأَدْخِلْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ فِي تِسْعِ آيَاتٍ إِلَى فِرْعَوْنَ وَقَوْمِهِ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ
Dan masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia akan ke luar putih (bersinar) bukan karena penyakit. (Kedua mukjizat ini) termasuk sembilan buah mukjizat (yang akan dikemukakan) kepada Firaun dan kaumnya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik".

فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ آيَاتُنَا مُبْصِرَةً قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ
Maka tatkala mukjizat-mukjizat Kami yang jelas itu sampai kepada mereka, berkatalah mereka: "Ini adalah sihir yang nyata".

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
Dan mereka mengingkarinya karena kelaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.

Dari ayat diatas sangatlah jelas bahwa fir'aun bukannya percaya dengan adanya tuhan dengan sendirinya sebelum melihat mukjizat Nabi Musa, namun ia beserta tukang sihir percaya kepada kehebatan mukjizat Nabi Musa. sangat beda dengan Kaum sunni. kaum sunni benar benar mempercayai adanya Allah beserta semua tentang sifat sifat Allah dan melaksanakan apa yang diperintahkan Allah, dan membenarkan apa yang dilarang Allah, sedangkan Fir'aun jelas tidak begitu. bahkan Fir'aun itu mengaku tuhan, sebagai bukti silahkan anda lihat firman Allah dalam surat al-qashash ayat 38:


وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لأظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ

Dan berkata Firaun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta".

Inilah tipu daya kaum wahabi mencari-cari dalil al-qur'an dan hadits hanya untuk mengkafirkan Islam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Na'udzubillahi Min Dzalik.
Perbuatan keji seperti diatas bukan hanya dilakukan sekarang saja oleh kaum wahabi, namun sudah sejak dulu, dan dalam buku "Tafsir Al-'Usyr Al-Akhir Dari Al-Qur'an Al-Karim" masih ada banyak kedustaan kedustaan yang lain, dan insya Allah akan saya kupas di lain kesempatan. sekian dulu dari saya semoga tulisan saya ini ada manfaatnya. dan apabila ada kesalahan ketik atau kesalahan lainnya saya mohon masukannya dan koreksinya, wassalamu'alaikum wr.wb.

Jumat, 29 Mei 2015

Jama'ah Haji dan Umrah Harus Hati hati Dengan Pembagian Kitab Gratis di Makkah Maupun Madinah

Bulan Ramadlan :: Jama'ah Haji dan Umrah Harus Hati hati Dengan Pembagian Kitab Gratis di Makkah Maupun Madinah
Judul yang saya gunakan saat ini memang cukup panjang, dan hal ini saya sengaja agar para pembaca lebih jelas hanya dengan melihat judulnya saja, dan pembahasannya saat ini seputar umrah/umroh dan haji khususnya warga indonesia yang melakukan umrah dan haji.
Kebetulan baru baru ini saya melakukan umrah ke tanah suci, dan saat saya berada di makkah saya mendapatkan bagian buku gratis dengan judul "Tafsir Al-'Usyr Al-Akhir Dari Al-Qur'an Al-Karim" dan saat saya buka dan saya baca, ternyata buku tersebut adalah buku Wahabi.
jelas hal ini adalah Wahabisasi.
Sangat berharap kepada semua saudara-saudara yang berumrah berhati-hati dengan buku ini, karena buku ini adalah buku yang disebarkan sengaja untuk merusak aqidah Ummat Islam Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. dan jika diantara pembaca ada yang mempunyai kerabat yang melakukan umrah baru-baru harap kabarkan juga kabar ini, jangan sampai aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dirusak.
Tadi saya juga mencari informasi mengenai buku ini, dan ternyata buku yang semacam ini bukan hanya satu saja, namun sudah cukup banyak, anda bisa membacanya disini
apa saja kesalahan dan kesesatan buku Tafsir Al-'Usyr Al-Akhir Dari Al-Qur'an Al-Karim?
Insya Allah akan saya bahas di lain kesempatan, dan semoga Allah memberikan Hidayah dan tawfiqnya kepada saya amin.

Sabtu, 16 Mei 2015

Sidogiri masih belum menjadwalkan kegiatan Bulan Ramadlan 2015

Bulan Ramadlan :: Sidogiri masih belum menjadwalkan kegiatan Bulan Ramadlan 2015
Karena kemarin saya banyak mendapatkan pertanyaan mengenai seputar jadwal kegiatan Pondok pesantren di Bulan Ramadlan 2015, dan diantaranya kegiatan di pondok pesantren sidogiri maka saya langsung berkunjung kesana untuk mendapatkan jawaban, namun ternyata sesampainya disana saya tidak menemukan Jadwal Kegiatan di Bulan Ramadlan 2015 mendatang, dan akhirnya saya mengirimkan pesan kepada admin sidogiri, semoga saja tidak lama lagi situs sidogiri mengumumkan Jadwalnya, dan bagi Jadwal Kegiatan Pondok-pondok yang lain saya masih belum sempat mencari tahu. dan insya Allah nanti akan saya usahakan.
Dan saya juga berharap teman teman juga ikut membantu saya menyebarkan Jadwal kegiatan di bulan Ramadlan dan menginformasikan Jadwal Kegiatan di Bulan Ramadlan, dan untuk lebih jelasnya silahkan anda baca saja tulisan saya sebelumnya (Kegiatan Pondok Pesantren di Bulan Ramadlan).

Hukum Membaca dan Menulis Al-Qur'an dan Al-Hadits Dengan Bahasa Ajam Saja

Bulan Ramadlan :: Hukum Membaca dan Menulis Al-Qur'an dan Al-Hadits Dengan Bahasa Ajam Saja
Sering kita jumpai penulisan di Majalah-majalah dan Website tulisan Al-Qur'an atau Al-hadits namun hanya sekedar artinya saja tanpa ada penyebutan "yang artinya dari Al-Qur'an atau Al-Hadits tsb" begitu juga di radio radio yang ada dakwah islamiyahnya, tak sedikit bisa kita jumpai si muballigh menyebutkan Al-Qur'an atau Al-Hadits hanya dengan artinya saja.
Lalu bagaimana hukumnya hal tersebut?
Menurut sepengetahuan saya hal tersebut tidaklah boleh alias haram. penjelasan mengenai "Hukum Membaca dan Menulis Al-Qur'an dan Al-Hadits Dengan Bahasa Ajam Saja" sebenarnya sudah banyak dijelaskan di kitab kitab Ummul Qur'an dan Mushthalah Hadits, dan juga disebagian kitab tafsir juga dijelaskan.
Keharaman Membaca dan Menulis Al-Qur'an dan Al-Hadits Dengan Bahasa Ajam Saja juga dijelaskan di kitab Attaysir sebagai berikut:

وتحرم قراءته بالعجية وترجمته .بل ينتقل الى البدل

"dan haram membaca alqur'an dengan bahasa ajam dan menterjemahkannya,tidak haram kalau ada badal (sama sama dibaca).
Selain penjelasan diatas ternyata ada juga hadits yang penjelasannya muthlaq, dan haditsnya adalah sebagai berikut:
أعربوا القرأن والتمسواغرائبه

Dan kalau kita lihat dari firman Allah langsung, maka bisa kita lihat firman Allah yang berbunyi sebagai berikut:
قرءانا عربيا غير ذي عوج لعلهم يتقون 28.
 (Ialah) Al-Qur'an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa.

Al-Qur'an di firman diatas mempunyai na'at عربيا yang mana na'at itu adalah sifat dari man'ut itu sendiri, jadi tidaklah mungkin antara man'ut dan na'at dipisah, kalau memang na'atnya begitu tentunya na'at tersebut akan selalu ada pada dirinya man'ut, walaupun seandainya dalam khithab yang lain na'at tersebut tidak diletakkan.
Dari Firman diatas sudah sangat jelas apabila Al-Qur'an itu Arabiyah, bukan bahasa indonesia atau bahasa lainnya selain bahasa arab (Ajam).
Karena itu marilah sejak sekarang bacalah Al-Qur'an dan tulislah Al-Qur'an lengkap dengan bahasa Arabnya, jangan hanya artinya saja, karena itu hukumnya haram, dan bisa saja nanti menyebabkan salah tafsir dan lebih parahnya salah memaknai. karena dalam bahasa arab itu sendiri banyak sekali lafadh lafadh yang musytarak, belum lagi lafadh tasybih dan kinayah yang mana pembagiannya dalam ilmu balaghah sangatlah rumit. sulit menulis huruf arab bukanlah alasan untuk melakukan hal yang diharamkan kan?!
Sekian dari saya semoga bermanfaat.



Hukum Membaca dan Menulis Alqur'an Dengan Bahasa Ajam Saja

Kamis, 14 Mei 2015

Sabar apakah ada batasnya? By Bulan Ramadlan

Bulan Ramadlan :: Sabar apakah ada batasnya? By Bulan Ramadlan
Assalamu'alaikum wr wb. Bismillah Alhamdulillah Washshalatu Wassalamu 'Ala Rasulillah Wa Alihi Waanbiyaillah. Saudara-saudara seiman yang dirahmati Allah SWT. pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai SABAR.
Sabar, kalau kita lihat dari salah satu lirik lagu yang sepertinya sudah banyak dijadikan istilah atau semboyan oleh masyarakat indonesia "Sabar itu ada batasnya" seakan akan sabar itu mudah dan hanya seakan akan pokoknya mencoba bersabar saja. namun kalau kita lihat dari dalil baik dari Al-Qur'an maupun Al-Hadits, menurut sepengetahuan saya, saya masih belum pernah menjumpai Al-Qur'an maupun Al-Hadits yang menyatakan bahwa Sabar itu ada batasnya. Bahkan kalau kita lihat dari pekerjaan dan keadaan Rasulullah saw sendiri, ternyata beliau selalu sabar sampai akhir hayatnya, dan begitu pula kalau kita lihat amaliyah dan keadaan para awliyaullah, beliau beliau semuanya sabar sampai akhir hayat.

Dari apa yang sudah dikerjakan Nabi dan juga diikuti oleh para wali jelas ini menunjukkan, bahwa sabar itu sebenarnya tidak ada batasnya, walau kadang kala banyak orang yang merasa sudah bersabar dan mencoba bersabar namun pada akhirnya dia sudah tidak bisa bersabar lagi, lalu lahirlah kalimat "Sabar itu ada batasnya"
Jadi kalau menurut saya, bukanlah sabar yang ada batasnya, namun orang yang berusaha sabarlah yang sering mengadakan pembatas, padahal pada hakekatnya sabar itu tidak terbatas.

Sabar memang sangat sulit, walau kalimat sabar sangat mudah diucapkan, namun sebenarnya dalam pengamalan sabar itu sendiri sangat berat dan sulit. butuh latihan yang banyak, hati yang bersih dan kemauan yang kuat dan didukung lingkungan yang baik untuk menjadi orang yang sabar.
Dan sabar ini pula yang sangat tipis dan kurang melekat di diri-diri kaum muslimin di indonesia saat ini, terutama sabar dalam mencari nafkah, karena tiap hari sangat banyak kriminal yang terjadi yang ternyata motifnya adalah karena kekurangan ekonomi. padahal tidak sedikit yang melakukan kriminal ekonominya sudah cukup bagus, motor sudah punya, tv juga punya, hp apalagi, cuma mereka tidak sabar dan tidak mensyukuri nikmat Allah yang sudah diberikan kepadanya, sehingga mereka melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan.

Karena keadaan ini pula, saya pada kesempatan ini mengajak saudara-saudara semua untuk berlatih sabar dari semua keadaan dan tidak lupa meminta kesabaran dan hidayah kepada Allah. dan semoga kita semua termasuk orang orang yang selalu bisa menjalankan perintahNYA dan menjahui laranganNYA amin.. Ya Rabbal 'Alamin.. Wassalamu'alaikum

Kegiatan Pondok Pesantren di Bulan Ramadlan

Bulan Ramadlan :: Kegiatan Pondok Pesantren di Bulan Ramadlan
Assalamu'alaikum wr. wb. Pada kesempatan kali ini saya menyempatkan membuat artikel ini untuk mengajak kepada semua santri dan ummat Islam secara umum untuk berbagi informasi mengenai kegiatan di pesantren anda. karena sudah lazim bahwasanya di pondok pesantren mengadakan kegiatan-kegiatan khusus di Bulan Ramadlan. ada kalanya pesantren itu mengadakan khataman kitab, dan hal seperti itu yang paling banyak dilakukan di pondok pondok pesantren, dan ada pula yang mengadakan ijazah kubro kitab-kitab tertentu, ada juga pengajian-pengajian kita di waktu pagi dan malam dan masih banyak kegiatan yang lain.
Disini saya berharap anda yang kebetulan masih nyantri, atau anda yang dekat dengan pesantren untuk membagikan kegiatan pesantren untuk saya sebarkan dan saya umumkan kepada semua ummat islam khususnya yang membaca blog saya ini. adapun caranya silahkan anda tinggalkan pesan anda atau silahkan kirimkan email kepada saya. dan saya sangat berterima kasih atas informasi yang anda bagikan, dan sekian dari saya wassalamu'alaikum wr wb.

Rabu, 13 Mei 2015

Simbol Iblis di Saudi: Hancurkan Situs-Situs Islam, Bangun Situs-Situs Dajjal

Bulan Ramadlan :: Simbol Iblis di Saudi: Hancurkan Situs-Situs Islam, Bangun Situs-Situs Dajjal
Arab Saudi adalah negara pusat ummat Islam melakukan Ibadah Haji dan Umrah, disana juga tempat situs situs bersejarah mengenai Islam, perjuangan Rasulullah saw dan para shahabat Rasulullah Saw.
Dan sangat sakit rasanya hati ini saat saya membaca sebuah informasi di situs eramuslim.com dengan judul "Simbol Iblis di Saudi: Hancurkan Situs-Situs Islam, Bangun Situs-Situs Dajjal (3)" dan informasi tersebut pula yang akan saya share saat ini:

Simbol Iblis di Saudi: Hancurkan Situs-Situs Islam, Bangun Situs-Situs Dajjal

Eramuslim.com – Di saat sekarang ini, dunia tengah menyaksikan bagaimana situs-situs bersejarah yang teramat penting dalam Islam yang berada di Saudi Arabia dihancurkan satu-persatu hingga tiada lagi bersisa. Situs-situs Islam tersebut dimusnahkan dan digantikan dengan pembangunan situs-situs Dajjal yang sarat simbolisme penyembahan terjadap iblis. Ironisnya, semua itu dilakukan kaum wahabi yang berkuasa di Saudi atas nama pemurnian terhadap ketauhidan.

Kaum Wahabi agaknya lupa jika apa yang mereka kerjakan sekarang ini–membongkar dan memusnahkan situs-situs Islam-adalah bid’ah, karena dalam sirah Nabi SAW dan para Sahabat-Nya, orang-orang pilihan Allah Swt ini tidak pernah membongkar situs-situs yang sudah ada. Ka’bah tidak dibongkar, patung Lata dan Uzza tidak dibongkar, piramida Mesir tidak dibongkar, dan lain sebagainya.

Alangkah anehnya orang-orang Saudi ini, mereka menghancurkan situs-situs Islam tapi berlomba-lomba mendirikan simbol-simbol Dajjal di seantero wilayahnya. Apa yang ada di kepala mereka? Wallahu’alam bishawab.

Inilah situs-situs Islam yang telah musnah, dibongkar oleh kaum Wahabi:

Rumah Muhammad SAW-Khadijah r.a.

Jika Umroh atau berhaji, di sisi timur halaman luar kompleks Masjidil Haram, terdapat jejeran tiang-tiang lampu. Kita akan menemui di sana ada satu tiang lampu yang selalu dikerumuni orang-orang yang sedang mengaji Al-Qur’an, bahkan sambil menangis. Mereka bergerombol di bawah tiang lampu itu.  Banyak yang tidak paham, mengapakah tiang lampu itu dikerubuti orang-orang dan tilawah serta berdoa di bawahnya? Bukankah ada saat-saat di mana dalam masjid lengang, dan kenapa mereka masih bergerombol di bawah tiang lampu itu?

Bagi yang paham sejarah Islam, mereka tahu jika di lokasi tempat tiang itu berdiri dahulunya adalah rumah Nabi Muhammad SAW ketika membina rumah tangga bersama Siti Khadijah r.a. Di sinilah dulu Nabi SAW dan istrinya mengasuh anak-anaknya, hingga akhirnya Nabi hijrah setelah rumah tersebut dikepung kaum musyrikin Quraish. Di tempat inilah dahulu ayat-ayat Al-Qur’an banyak diturunkan. Sayangnya, sekarang tidak ada sedikit pun sisa peninggalan rumah bersejarah tersebut selain tiang lampu.

Di dalam sejarahnya, di lokasi bekas rumah Khadijah r.a. itu sempat dibangun masjid oleh Muawiyah, lalu pada 1379 H (1959 M), masjid tersebut diubah menjadi madrasah untuk perempuan. Enam tahun kemudian dibongkar habis untuk kepentingan perluasan kompleks Masjidil Haram.

Tak jauh dari tiang lampu, sekitar 10 meteran, Saudi membangun sebuah toilet dan kamar mandi terbesar di Masjidil Haram. Ini terletak di antara lokasi bekas rumah Siti Khadijah r.a. dengan Abu Lahab, paman Rasul SAW yang memusuhi Beliau. Di tempat inilah Fatimah dilahirkan dan Malaikat Jibril juga pernah bertamu di sana.


Makam Ibunda Nabi SAW, Siti Aminah

Pada 1998, pemerintah Kerajaan Arab Saudi juga membongkar makam Siti Aminah, ibunda Nabi Muhammad SAW. Sekarang tidak jelas di mana lokasinya.

Rumah Abu Bakar r.a.

house_of_abu_bakr_ra
Hotel Hilton di Mekkah, lingkaran merah adalah lokasi bekas rumah Khalifah Abu Bakar r.a.
Nasib serupa menimpa rumah Abu Bakar r.a. Rumah tersebut dihancurkan dan lokasinya dijadikan akses jalan menuju ke Hotel Hilton.



Tempat Nabi SAW Lahir

Jejak tempat di mana Rasul SAW lahir masih bisa dilacak, yaitu berupa sebuah bangunan perpustakaan yang berada di sisi timur halaman Masjidil Haram seluas lebih kurang 300 meter persegi. Ada tulisan huruf Arab di atasnya: Maktabah Makkah Al-Mukarromah atau Perpustakaan Makkah al Mukarromah.

Dahulunya, lokasi tempat lahirnya Nabi SAW ini sempat dibangun sebuah masjid oleh al-Khairuzan, ibunda Khalifah Harun al-Rasyid dari Dinasti Abbasiyah. Namun pada 1370 H (1950 M),masjid itu dirobohkan dan dibangun perpustakaan umum oleh Syaikh Abbas Qatthan.

Namun ada kabar, bangunan ini pun akan dihancurkan, entah untuk didirikan bangunan apa.

Maqom Ibrahim a.s.



Maqom Ibrahim a.s., akan dibuat elektris
Maqom Ibrahim a.s. yang terletak di dekat Kakbah juga direncanakan akan dihilangkan. Maqom Ibrahim adalah batu bekas jejak kaki Nabi Ibrahim a.s. yang digunakan saat membangun Kakbah. Alasan penghancuran maqom sangat sepele, yakni maqom tersebut dianggap menjadi biang kemacetan ketika jamaah haji tengah tawaf.

Bagi jamaah yang mengetahui sejarah maqom ini, merekabiasanya berhenti dan tak sedikit yang menangis. Ini yang dianggap berlebihan oleh ulama Wahabi sehingga maqom Ibrahim a.s. akan dihancurkan.

Khusus untuk wacana menghilangkan maqom Ibrahim, pihak kerajaan Saudi sudah menyiapkan beberapa skenario, termasuk bila rencana itu diprotes keras. Salah satu caranya adalah dengan membuat maqom Ibrahim akan tenggelam ketiak jamaah tawaf sedang padat, dan maqom tersebut akan muncul kembali saat jamaah sedang lengang.

Masjid Jin dan Masjid Syajaroh

Tempat bersejarah lain yang kabarnya juga masuk dalam daftar dibongkar adalah Masjid Jin dan Masjid Syajaroh (pohon) yang lokasinya tak seberapa jauh dari Masjidil Haram. Kedua masjid itu letaknya berdekatan, tepatnya di sebelah kiri jalan naik ke pekuburan Ma’la.

Sudah banyak dikisahkan bahwa dua masjid itu sangat bersejarah dan terkait dengan mukjizat Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah riwayat (dituturkan oleh al-Fakihi) diceritakan, suatu ketika Nabi didatangi serombongan jin. Para makhluk halus itu minta bukti kenabian Muhammad sebelum mereka masuk Islam. Maka, Nabi memanggil sebatang pohon yang tumbuh tak jauh dari tempat Nabi SAW dihadang para jin.

Begitu dipanggil, pohon itu langsung tercerabut dari akarnya, dan datang mendekat ke Nabi. Setelah itu, pohon tersebut disuruh Nabi SAW agar balik ke tempat asalnya. Di tempat Nabi SAW didatangi para jin, didirikan masjid, yang kemudian disebut Masjid Jin. Di tempat pohon yang dipanggil Nabi itu, juga didirikan masjid, yang kemudian dinamakan Masjid Syajaroh. Kedua masjid itu pernah diperbarui pada tahun 1421 H (2001 M). Kedua masjid itu juga akan dirobohkan untuk perluasan jalan.(bersambung/Rizki Ridyasmara)
http://www.eramuslim.com/berita/simbologi/simbol-iblis-di-saudi-hancurkan-situs-situs-islam-bangun-situs-situs-dajjal-3.htm#.VVPtjo7tmko

Mengenal Makna Ngabuburit

Bulan Ramadlan :: Mengenal Makna Ngabuburit
Saat Bulan Ramadlan sering kita jumpai kalimat Ngabuburit, dan tahukah anda apa makna Ngabuburit itu sendiri?
Mari kita simak sama sama..!

Isitlah kata Ngabuburit itu sendiri berasal dari Bahasa Sunda, Jawa Barat, yang berasal dari kata “burit” yang merepresentasikan waktu yang berarti sore, senja, atau menjelang Maghrib. Istilah Ngabuburit juga umum diucapkan banyak orang ketika menunggu waktu berbuka puasa, tepatnya setelah ba’da Ashar.

Kebanyakan orang juga mengenal istilah Ngabuburit sebagai menunggu waktu berbuka puasa. Kata “menunggunya” itu yang lebih ditekankan dengan cara melakukan aktivitas / kegiatan tak rutin sambil menunggu Adzan Maghrib tiba untuk berbuka puasa.

Namun jika diteliti lebih mendalam, istilah kata “burit” tidak ada hubungannya dengan puasa saja. Mungkin karena buka puasa itu dilakukan saat petang (Maghrib), dimana peralihan antara sore dan malam. Maka pada akhirnya istilah Ngabuburit pun digunakan, diucapakan oleh dan dikenal banyak orang, karena artinya dipersempit menjadi menunggu saatnya berbuka puasa.

Nah, sekarang sudah tahu makna ngabuburit kan?
Oke sekian saja dari saya. semoga bermanfaat ya...

Ziarah Kubur Bulan Ramadlan dan Hari Raya

Bulan Ramadlan :: Ziarah Kubur Bulan Ramadlan dan Hari Raya
Pada prinsipnya, ziarah ke makam orang tua, keluarga, guru dan para ulama itu dapat dilaksanakan kapan saja; mau pagi, siang, sore, malam, boleh-boleh saja; hari Senin, Selasa, atau yang lainnya; seminggu sekali, dua kali atau tiga kali, silakan. Sebab inti (hikmah) dari ziarah ialah menebalkan keimanan dengan mengingat mati.

Tentu ini lebih baik ketimbang sepekan berpikir tentang dunia, kekayaan, uang, dan lain sebagainya, yang tidak ada batasnya. Malah dikhawatirkan akan menjerumuskan manusia ke lembah kesengsaraan. Tidakkah hidup ini sekadar kesenangan yang palsu, bak fatamorgana yang menipu ? Kalau kita tidak pandai-pandai melapisinya dengan iman dan ilmu, apa jadinya ?

Oleh karena itu, ziarah di bulan suci Ramadlan ataupun di Hari Raya, sekalipun sebenarnya tidak ada perintah dan tidak ada larangan. Dan karena tidak adanya larangan, orang yang suka ziarah mengambil inisiatif alangkah indahnya jika dapat kirim doa pada hari-hari yang penuh rahmat dan ampunan (hari-hari bulan Ramadlan) dan hari yang bahagia (Idul Fithri).

Justru akan sangat bermakna bagi orang-orang yang sedang mudik ke kampung halaman, ia akan merasa tentram jika sebelum minta maaf kepada orang lain ia terlebih dahulu mengunjungi kubur orang tuanya yang (ketepatan) meninggal lebih dulu.

Begitu pula dengan ziarah kepada kuburan guru, disana akan lebih mengagungkan guru dan mengutamakan guru saat diantara kita ziarah di Bulan Ramadlan atau lebaran sebelum menziarahi orang lain. dan penjelasan pengutamaan ini sudah banyak ada dijelaskan di kitab kitab akhlaq.

dan mengenai ziarah kubur sebenarnya sudah banyak dibahas oleh ulama' ulama' qadim dan jadid, dan ziarah kubur disini juga sudah jelas sama kedudukannya dengan ziarah kepada orang yang masih hidup, sebagaimana bisa kita lihat secara jelas dari sabda Rasulullah saw:

من حجّ فزار قبري بعد وفاتى فكأنما زارني في حياتي
“Barangsiapa menunaiakan ibadah ahji, lalu ziarah ke kuburku sesudah aku wafat, maka ia seperti ziarah kepadaku sewaktu aku dalam keadaan hidup.” (HR. Thabrani).
من حج لم يزرني فقد جفاني
“Barangsiapa menunaikan ibadah haji dan enggan berziarah kepadaku, ia benar-benar jauh.”

من زار قبري بعد مماتي فكأنما زارني في حياتي

Pada bab tentang merawat jenazah dan problem-problemnya, Imam Suyuthi menukil dari Imam Ibnu Hajar dalan kitab Fatawi-nya yang mengatakan: “Ruh seseorang berkait dengan jasad selama jasad itu masih utuh, kemudian ruh itu lepas menuju Illiyyin atau Sijjin di sisi Allah. Ruh tadi bahkan masih berkait dengan jasad meski jenazah berpindah dari satu kubur ke kubur yang lain.

Imam Harawi dalam Syarh Shahih Muslim dalam hal penjelasan mengenai hari ziarah mengatakan: Tidak ada hadits shahih yang menerangkan ketentuan hari untuk melakukan ziarah kubur dan tidak pula ada pembatasan berapa kali ziarah.

Nah ada keterangan tentang keutamaan ziarah yang dilakukan pada hari Jum’at. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda:

    مَنْ زَارَ قَبْرَ أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فِي كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً غَفَرَ اللهُ لَهُ وَكَانَ بَارًّا بِوَالِدَيْهِ
“Siapa ziarah ke makam kedua orang tuanya atau salah satunya pada setiap hari jum’at, Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan mencatat sebagai bakti dia kepada orang tuanya”. (HR Hakim)

Selasa, 12 Mei 2015

Beda Pemahaman Dalam Bid'ah Penyebab Tidak Muwafaqahnya Pendapat

Bulan Ramadlan :: Beda Pemahaman Dalam Bid'ah Penyebab Tidak Muwafaqahnya Pendapat
Mulai tadi saya buka-buka situs http://ummatipress.com dan disana ada beberapa artikel perdebatan antara ummatipress dengan firanda Si Ustadz Wahabi Indonesia.
Ustadz Firanda benar-benar jadi bulan bulanan disana, sampai sampai saya merasa kasian juga sama ustadz firanda yang argumennya benar benar dipatahkan dan dihancur leburkan disana.
Disini saya ingin coba menjelaskan letak cara berfikir dari dua kubu ini, dan mari kita lihat dulu sedikit artikel yang dibahas disana:

Keempat : Dengan demikian jika kita membawakan makna bid'ah dalam hadits kepada makna bid'ah secara syari'at (bukan menurut bahasa) maka sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ "Seluruh bid'ah sesat" akan tetap pada keumumannya dan tidak terkhususkan.
Lafal كُلُّ "seluruh" dalam ushul fiqh merupakan lafal umum yang kuat. Dan para ahli ushul fiqh telah menyebutkan bahwasanya lafal umum akan tetap berlaku keumumannya sampai ada dalil yang menkhususkannya. Lafal umum bisa dikhususkan dengan tiga perkara, (1)"dalil dari al-qur'an atau sunnah", (2)"akal", dan (3)"al-hiss/yang ditangkap oleh indra (kenyataan yang terjadi)" (lihat Irsyaad al-Fuhuul karya Al-Imam Asy-Syaukaany 2/678)
Contoh lafal umum yang dikhususkan dengan akal seperti firman Allah
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
"Allah menciptakan segala sesuatu" (QS Az-Zumar : 62)
Tentunya akal sehat menunjukkan bahwa Allah tidak menciptakan sifat-sifatNya apalagi menciptakan diriNya sendiri.
Contoh lafal umum yang dikhususkan dengan al-hiss, seperti firman Allah:
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لا يُرَى إِلا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ
"Angin yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, Maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada kaum yang berdosa." (QS Al-Ahqoof : 25).
Tentunya indra kita mengetahui bahwasanya kenyataannya tidak semuanya yang dihancurkan oleh angin tersebut, langit dan bumi tidak dihancurkan oleh angin tersebut.
Demikian juga firman Allah
وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
"Dan dia (ratu Balqis) dianugerahi segala sesuatu" (QS An-Naml : 23)
Tentunya indra menunjukkan bahwa ia tidak diberikan segala sesuatu di bumi ini, diantaranya ia tidak menguasai kerajaan Nabi Sulaiman 'alaihis salam.
Sebagian orang tatkala ingin menolak keumuman كُلُّ "semua" dalam hadits ini selalu menyatakan bahwa lafal كُلُّ tidak selamanya memberikan faedah keumuman, sebagaimana ayat-ayat di atas. Maka kita jawab mereka, dengan mengatakan bahwa ayat-ayat di atas dikhususkan dengan akal atau al-hiss.
Lantas jika kita memperhatikan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ "Semua bid'ah sesat", maka apakah ada dalil dari al-Qur'an dan as-Sunnah yang mengkhususkannya?, ataukah akal mengkhususkannya?, ataukah apa yang ditangkap oleh indra kita mengkhususkannya?.
Adapun pengkhususan al-Imam An-Nawawi terhadap lafal umum كُلُّ "semua" dalam sabda Nabi "seluruh bid'ah sesat" maka berangkat dari pemahaman bahwasanya yang dimaksud oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan bid'ah adalah bid'ah secara bahasa. Oleh karenanya diantaranya beliau berdalil dengan kenyataan yang ditangkap oleh indra bahwasanya ada perkara-perkara bid'ah yang benar-benar terjadi, seperti berluas-luas dalam memakan aneka ragam makanan, yang tentunya hal ini merupakan perkara yang diperbolehkan namun tidak terjadi di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Wallahu A'lam bis Showaab.

Penjelasan Kami :

Dari uraian Sang Ustadz diatas, kita dapati kengototan beliau dalam menolak “Bid’ah Hasanah”, dan saking ngototnya hingga beliau melupakan atau tidak mencermati pernyataan Imam An Nawawi dalam Syarah Muslim yang telah beliau nuqil diatas. Bukankah disana disebutkan bahwa diantara yang menguatkan pendapat Imam An Nawawi mensifati sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ " sebagai dalil ‘Am Makhsush (Umum yang dibatasi), adalah pernyataan Sayyidina Umar bin Khotthob “Ni’matil Bid’atu Hadzih” tentang Jama’ah sholat tarowih. Adakah hal itu bukan hujjah ?

Kami bertanya : Ada apa dengan Sang Ustadz ini ? Adakah beliau sengaja mengaburkan salah satu hujjah pembatasan keumuman sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ " ? Ataukah karena saking ngototnya dalam menolak “Bid’ah Hasanah” hingga beliau kurang mencermati akan hal tsb ? Wallohu A’lam....

http://ummatipress.com/koreksi-buat-ustadz-firanda-yang-ngotot-menolak-bidah-hasanah-syubhat-kedua.html

Kalau dilihat dari cara berfikir dan melihat dalilnya, sudah jelas ada hal yang sangat tidak nyambung, karena ummatipress membahas lafadz كُلُّ sedangkan ustadz firanda membahas lafadh  بِدْعَةٍ, jadinya gak nyambung-nyambung.
Pada dasarnya untuk menemukan mafhum sebuah khithab itu ya seharusnya dilihat dari perkalimat dulu, baru melihat dari semua khithab, dan setelah itu dilihat dan dipahami dari khithab khithab yang lain, baik itu yang berupa Al-Qur'an maupun Al-hadits, maka jadinya lebih pas dan Insya Allah lebih bisa dipertanggung jawabkan.
Dalam membahas hal seperti ini sangatlah perlu mengetahui qaedah ilmu ushul, khusunya bab 'am, dan secara global 'Am itu dibagi menjadi 3,
1. 'Am Baqin 'Ala Umumihi
2. 'Am Makhshush
3. 'Am Uridu Bihil Makhshush
Kalau salah satu yang berdebat tidak ngerti Ilmu ushul ya, jadinya tidak akan nyambung, dan bisa juga salah satu dari yang berdebat pura-pura tidak mengerti dikarenakan tidak mau dikatakan dirinya kalah alias menangnya sendiri, dan kalau hal ini yang terjadi, sangat percuma melakukan perdebatan atau diskusi, karena hal seperti itu hanyalah buang buang waktu saja.

Khawarij Masa Kini

Bulan Ramadlan :: Khawarij Masa Kini
1. Profil
Khawārij (Arab: خوارج baca ‘Khowaarij’), secara harfiah berarti "Mereka yang Keluar". Istilah khawarij muncul pertama kali dalam sejarah Islam pada abad ke-1 H (pertengahan abad ke-7 M), dilatarbelakangi oleh pertikaian politik antara Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dan Muawiyah bin Abi Sofyan.

Disebut sebagai Khawarij karena mereka keluar dari kepemimpinan Khalifah Ali RA. (milal wa nihal 1/114).

Selanjutnya didefinisikan sebagai; “mereka yang keluar dari Imam (pimpinan) yang haq dan telah disepakati bersama, baik pada masa Khulafa Rasyidin maupun masa setelahnya. (milal wa nihal 1/114). Sementara Ibn Hazm menambahkan, pengertian tersebut berlaku terhadap siapa saja yang mengingkari pemimpin baik di masa kepemimpinan Sahabat Ali RA, maupun setelahnya, juga berlaku bagi siapa saja yang memiliki pemikiran yang sama dengan kelompok tersebut.

khawarij masa kini

Khawarij dari perspektif perbedaan antar klan disebutkan sebagai;

“Mereka yang memerangi pemimpin dan kaum muslimin dengan senjata, serta mengajak pada ‘pemahaman’ mereka baik agama maupun politik.”

“Mereka yang menganggap kafir terhadap orang yang melakukan maksiyat, serta menentang pemimpin dan kaum muslimin.”

Kedua definisi ini lebih tepat karena mencakup pengertian khawarij sebagaimana awal mula kemunculan istilah tersebut, meskipun kelompok ini tidak menggunakan nama ‘khawarij’ atau bahkan menumpang pada kelompok lain yang ada.

Kesimpulan :

Khawarij adalah segolongan umat islam yang memerangi pemimpin dan umat islam karena alasan akidah atau ideology yang mereka paksakan terhadap orang lain, serta mengangap kafir orang lain yang tidak sepaham.

Jenis dan Macam Khawarij
Tidak semua khawarij boleh diperangi, dianggap sesat atau masuk neraka. Untuk membedakan mereka, perlu diketahui jenis-jenis khawarij beserta alasan tindakan penentangan mereka terhadap pemimpin sah.

Setidaknya terdapat empat jenis khawarij, yaitu;

‘Keluar’ atau menentang pemimpin yang sah dengan membawa ‘kemarahan agama’, disebabkan pemimpin meninggalkan ajaran Al Qur’an maupun Sunnah Nabi, (seperti yang dilakukan oleh Husein bin Ali RA, melawan Yazid bin Muawiyah, khalifah Umayyah. Zaid bin Ali Zainal Abidin, melawan Hisyam bin Abdul Malik salah seorang khalifah dari dinasti Bani Umayyah. dll.)
‘Keluar’ dari pemimpin berdasarkan pemahaman berbeda namun diperkuat dengan dalil Qur’an dan Hadis, seperti yang dilakukan beberapa sahabat Nabi dalam perang Jamal dan Shiffin, karena mereka menentang Ali RA bukan untuk menuntut kekuasaan, tapi hanya meminta Ali RA menegakkan hukum dengan menangkap semua yang terlibat dalam pembunuhan terhadap khalifah Usman RA.
Mereka yang ‘keluar’ membelot karena inginkan kekuasaan atau alasan duniawi, bukan ideologi. Mereka ini di sebut bughat (sparatis) yang harus diperangi.
Mereka yang membelot dan memprovokasi orang lain untuk memeluk ‘mazhab’ atau keyakinannya, terkadang disertai dengan pemaksaan. Mereka ini dianggap menyelisihi ‘pondasi syariah’, karena bertentangan langsung dengan Hadis Rasul dalam peristiwa Zul Khuwaisirah atau yang melahirkan khawarij Al Harury.

Bagian keempat ini harus diperangi karena membahayakan umat. Bahaya yang ditimbulkannya lebih besar daripada yang ditimbulkan oleh bughat. Karena bughat menghentikan gerakan makarnya jika telah mendapat konpensasi harta atau kekuasaan. Sementara perlawanan berdalih akidah tidak berhenti memerangi umat sampai umat Islam mengikuti kehendak mereka.

Asal Mula Khawarij
Terdapat beberapa peristiwa yang mencatat kemunculan kelompok khawarij. Namun peristiwa paling terkenal adalah terjadi pada masa Nabi dan masa kepemimpinan Khalifah Ali RA.

Pada masa hidup Nabi SAW.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa RAsulullah menerima kiriman dariSahabat Ali RA di Yaman, berupa bongkahan emas, kemudian Rasul membagikannya kepada empat orang: ‘Uyainah bin Badr, Aqra’ bin Habis, Zaid al-Khail, dan ‘Alqamah atau ‘Amir bin ath-Thufail. Tiba-tiba seseorang menyela dengan berkata; “ya Rasulallah, berbuat adilah”.

Rasulullah menjawab “celaka kau, siapa yang akan berbuat adil jika aku tidak adil”. Mendapat jawaban itu, orang itupun pergi.

Sahabat Umar RA menawarkan diri untuk memenggal orang yang lancang tersebut, namun nabi melarangnya dan bersabda;

“Biarkan dia. Sesungguhnya dia mempunyai pengikut, di mana kalian merendahkan (menganggap kecil) shalat kalian dibanding shalat mereka, puasa kalian dibanding puasa mereka. Mereka membaca al-Qur’an tapi tidak sampai ke tenggorokan. Mereka melesat (keluar) dari (batas-batas) agama seperti melesatnya anak panah dari (sasaran) buruannya ….” (Muttafaqun ‘aIaih).

Catatan:

Orang yang memprotes kebijakan Nabi tersebut bernama Hurqush Bin Zuheir As Sha'dy atau dikenal dengan Dzul Khuwaishirah, tercatat sebagai khawarij pertama dalam Islam karena memprotes dan menolak kebijakan Nabi.

Peristiwa kedua pada masa kekhalifahan Ali RA.
Setelah Khalifah Usman bin Affan dibunuh oleh pemberontak, kaum muslimin mengangkat Ali RA sebagai khalifah. Namun, Muawiyah yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Syam (Suriah), menolak membaiat Ali. Muawiyah yang masih berkerabat dengan Usman, meminta balas (Qishash) atas kematian Usman RA.

Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Utsman harus di-qishash yakni dibunuh. Sedangkan Ali berpendapat sesuai syariat, yang dibunuh hanya pelaku pembunuhan saja. Masalahnya, pembunuhan tersebut dilakukan secara beramai-ramai, dan tidak dapat dipastikan siapa pelaku sebenarnya, sehingga pihak Ali RA kesulitan melaksanakan qishas atau hukuman terhadap pelaku pembunuhan tersebut.

Sementara pihak Mu’awiyah terus menuntut pembalasan, hingga akhirnya memicu terjadinya ‘perang shiffin’. Kemudian kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata, di saat pasukan Ali RA telah diambang kemenangan.

Jalan damai ini oleh segolongan tentara Ali tidak disetujui karena itu berarti mereka tidak akan mendapat harta rampasan yang akan dibagi-bagikan kepada yang turut berperang dipihaknya. Tidak puas dengan keadaan ini, mereka tinggalkan barisan Ali dan membentuk kekuatan sendiri yang kemudian dikenal dengan nama kaum Khawarij, atau mereka yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib.

Masalah politik ini ternyata mereka tingkatkan dan kaitkan dengan iman dan kufur, yaitu masalah Islam atau tidak Islamnya seseorang. Kelompok tersebut berdalih pada bunyi ayat 44 dari surat al-Ma’idah mengatakan: siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang telah ditentukan Allah, adalah kafir. Sementara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah yang menyelesaikan persengketaan mereka tidak dengan berdasar pada theologi, tetapi dengan mengikuti kembali tradisi tahkim (arbitrase) yang sudah biasa dilakukan di zaman jahiliah.

Dengan demikian Ali dan Muawiyah dalam pandangan Khawarij, telah menjadi kafir karena kembali pada metode jahiliyah. Karena kafir dan telah keluar dari Islam, maka harus dibunuh.

Mereka kemudian merencanakan makar untuk membunuh Ali dan Mu’awiyah. Namun dalam upaya makar ini, Mu’awiyah berhasil lolos dari upaya pembunuhan.

Catatan:

Pada perkembangannya kemudian, kaum khawarij terbagi dalam sekte-sekte atau kelompok. Ada yang mengatakan lebih dari 20 sekte, ada yang menyebut 12 sekte, 10 sekte, atau bahkan hanya empat sekte. Namun, hampir semua sekte memperbolehkan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Termasuk membunuh seperti yang mereka lakukan terhadap Khalifah Ali RA.

Pokok Pemikiran
Secara umum, pokok pemikiran golongan ini adalah:

Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir.
Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah, dan Zubair melawan Ali bin Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya) dihukumi kafir.
Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi khalifah asalkan mampu memimpin dengan benar.


Tipologi dan Karakteristik Khawarij
Kelompok khawarij tidak selalu terorginisir, tersetruktur atau memiliki pimpinan tertinggi, tergantung motif sebab dan pendorong kemunculannya. Namun mereka pasti hanya mengakui pemipin versi mereka sendiri.
Mereka hampir pasti dan selalu mengedepankan kekerasan, tidak menggunakan metode interaksi ‘bil hikmah wal hasanah’, sekalipun terhadap pihak yang tidak memperlihatkan rasa permusuhan terhadap mereka. Kalaupun mereka merubah ‘penampakan keras’ tersebut, itu biasanya karena untuk kemaslahatan mereka sendiri, seperti untuk melindungi diri dari kekuatan negara yang memeranginya.
Kelompok ini terdiri dari banyak sekte, penyebabnya adalah sikap mereka mudah berbeda pendapat dan berkeras memegang pendapatnya itu.
Mereka adalah orang-orang pemberani, cepat tersinggung, banyak ibadah, fashih bicara dan selalu berkata benar, serta tekun dan sabar melayani debat.


Seputar Khawarij
Dalam soal politik, kemunculan khawarij bersamaan dengan kemunculan Syiah, yaitu paska terjadinya pertikaian antara kubu pembela Ali RA dan kubu pembela Mu’awiyah. Kubu yang kecewa terhadap keputusan Ali RA menerima gencatan senjata menjadi kelompok Khawarij, sementara yang tetap mendukung keputusan Ali RA sebagai golongan Syi’ah. Adapun perdebatan soal akidah setelah itu, memunculkan kelompok mu’tazilah, murji’ah, juga qadariyah.
Khawarij sebelum kemunculannya adalah bagian besar dari elemen pasukan Ali RA. yang bertekad memerangi Mu’awiyah. Kekecewaan mereka terhadap Khalifah Ali, karena Ali menghentikan perang saat hampir memenanginya. Untuk alasan politik, mereka tidak menjadi pemenang, bahkan merasa kalah karena menuruti tindakan Amr bin Ash yang dianggap licik, yaitu mengajak gencatan senjata dengan mengalungkan Al Qur’an di ujung tombak, pada saat terancam akan kalah. Adapun dari sisi ekonomi, mereka kehilangan kesempatan memperoleh bagian harta rampasan perang.
Terdapat faktor lain yang menyebabkan keluar ‘khawarij’ dari pemimpin karena menolak cara kepemimpinan yang tetapkan secara turun menurun dengan cara ‘warisan’ baik di era kekuasaan Bani Umayyah maupun Bani Abasiyah.
Letak perbedaan antara kaum khawarij dan kelompok-kelompok Islam mainstream lainnya, terutama Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni), adalah ‘tujuan tidak boleh menghalalkan segala cara’, sehingga ‘tujuan baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula,’ sementara khawarij menghalalkan perusakan massal asal menurut mereka itu dapat menyebabkan tercapai tujuannya.


Khawarij Kontemporer?
Munculnya kelompok-kelompok radikal sekarang ini terdapat keserupaan baik secara ideologis maupun teologis dengan kaum khawarij masa lalu. Ciri-cirinya antara lain;

Keluar (kharij) alias tidak mengakui pemerintah (Pemimpin) yang sah. Sebab, ketaatan bagi mereka hanya kepada pemimpin mereka sendiri.
Siapa pun pihak yang berbeda pandangan dengan mereka dianggap sebagai musuh yang harus diperangi karena dipandang sebagai kafir.
Kaum khawarij hampir selalu muncul dalam sepanjang perjalanan sejarah Islam. Mereka memandang Khalifah (pemerintah/ulul amri) yang menyeleweng dari ajaran Islam, musti dibunuh.
Dalam pandangan kaum khawarij, hanya Khalifah Abu Bakar as-Siddik dan Khalifah Umar bin Khattab yang dapat dikatakan adil dan tidak menyeleweng dari ajaran Islam. Sedangkan Usman bin Affan RA dan Ali bin Abi Thalib RA mereka anggap menyeleweng dan memerintah tidak berdasarkan syariat, sehingga kedua khalifah terakhir tersebut layak dibunuh.
Kelompok keras masa kini, diantaranya merencanakan pembunuhan terhadap pemimpin Negara yang dianggap tidak mengamalkan aturan berdasarkan Syariat Islam, bahkan mereka juga melakukan beberapa pemboman dan pembunuhan terhadap sesama kaum muslimin.
Sampai saat ini belum didapat ‘sanad’ jalinan keilmuan yang menyembungkan antara kelompok radikal saat ini dengan kelompok-kelompok khawarij masa lalu. Namun satu-satunya benang merah yang yang menyambungkan keduanya adalah kemiripan prinsip dan ajaran, yaitu menentang pimpinan dianggap zalim dan membunuhnya jika pemimpin dianggap berbuat dosa-dosa.
sumber

Musnahnya Wahhabi dan Bangkitnya Kembali Menjadi Kerajaan Arab Saudi

Bulan Ramadlan :: Musnahnya Wahhabi dan Bangkitnya Kembali Menjadi Kerajaan Arab Saudi
Tulisan Musnahnya Wahhabi dan Bangkitnya Kembali Menjadi Kerajaan Arab Saudi ini adalah tulisan takmilah dari tulisan sebelumnya yang berjudul "Biografi Muhammad Bin Abdul Wahab yang Kontra Versi"
Bagi anda yang masih belum membacanya harap membacanya agar lebih jelas dan bisa lebih faham.

Musnahnya Wahhabi dan Bangkitnya Kembali Menjadi Kerajaan Arab Saudi

Muslimedianews.com ~ Tahun 1744, terjadi kemitraan antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan Ibnu Saud melalui upacara sumpah yang menetapkan Ibnu Saud dengan emir dan Ibnu Abdul Wahhab sebagai Imam, belakangan disebut Syaikhul Islam. Putra tertua Ibnu Saud, Abdul ‘Aziz ibnu Saud dinikahkan dengan putri Ibnu Abdul Wahhab. Dinasti-Wahhabi pun terbentuk, menjadi Saudi Arabia. Gerakan Wahhabi dan Dinasti Saud sejak kemunculannya berusaha menundukkan suku-suku di Jazirah Arab dibawah bendera Saudi/Wahhabi.
Tahun 1746, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengumumkan proklamasi jihad kepada siapa saja yang menentang al-Da’wah lit-Tauhid. Penyerangan mulai dilancarkan ke daerah suku-suku yang dinyatakan olehnya kafir. Setiap suku yang belum masuk Wahhabi di beri dua opsi : masuk wahhabi dan mengucapkan sumpah setia atau diperangi sebagai orang musyrik dan kafir. Banyak yang tidak tahan menghadapi kebrutalan emir Abdul Aziz putra Ibnu Saud.
Kunjungi www.facebook.com/muslimedianews Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2014/03/musnahnya-wahhabi-dan-bangkitnya.html#ixzz3YlUoqX3c
Tahun 1773, tidak ada lagi lawan di Najd, semua sudah ditaklukkan oleh Saudi-Wahhabi, sementara kota Riyadl sudah menyerah. Tahun 1806, Abdul Aziz ibnu Saud wafat. Ia telah menebarkan teror ke banyak wilayah di Jazirah Arab : diselatan sampai Oman dan Yaman, sedankan di daerah utama sampai Baghdad dan Damaskus.Wahhabi yang bersekutu dengan Inggris merongrong dan memberontak terhadap Khilafah Turki Utsmani yang saat itu secara de jure maupun de facto mengusai semenanjung Jazirah Arab dan Timur Tengah secara umum.
“Jazirah Arab secara umum berada dibawah kekuasaan Turki Utsmani… Klan keluarga Syarif Hussein (keturunan Rasulullah Saw) yang menguasai kota suci Makkah sejak 700 tahun lalu itu didirikan oleh Qadatah ibnu Idris (1133-1220 M) yang dilahirkan di Yanbu’, Jazirah Arab. Dia memanfaatkan firtah pertikaian yang terjadi ditengah masyarakat Makkah sebagai peluang untuk menguasainya. Dia berhasil menjadi penguasa Makkah pada tahun 1201. Kekuasaannya semakin meluas ke Madinah sebelah utara, dan Yaman sebelah selatan. Kemudian Sultan Utsmani Salim I menguasai Mesir dan semenanjung Hijaz tahun 1517. Para Syarif dari anak cucu Qatadah itu terus memegang kekuasaan di Jazirah Arab dibawah pemerintahan Turki Utsmani dari masa ke masa, baik secara de jure maupun de facto. Syarif Hussein bin Ali bin Muhammad bin Abdul Mun’in bin Awan merupakan penguasa terakhir dari kalangan syarif tersebut. Dialah yang mengumumkan revolusi Arab pada tahun 1916 dan menjadi raja Hijaz. Sampai akhirnya, dia lengser dari kekuasaannya akibat keluarga Saud menguasai Hijaz tahun 1924. Lalu diwaristi putranya, Raja Ali, namun hanya berkuasa setahun”. (al-Jazirah al-’Arabiyyah fi al-Watsa’iq al-Barithaniyya; Najd wa Hijaz)
Ketika Makkah berhasil direbut oleh Wahhabi dari tangan Khalifah Turki Utsmani, maka dominasi Wahhabi ditanah suci menjadi tantangan langsung terhadap otoritas Turki kala itu. Beberapa kali serangan dilancarkan dari Baghdad oleh Khalifah, tetapi gagal.Muhammad Ali Pasha, wazir atau wakil Khalifah di Mesir, diserahi tanggung jawab mengambil alih kembali Hijaz dan tanah suci, mengambalikannya kepada Khalifah sebagai khadimul haramain (pelayan 2 tanah suci : Makkah dan Madinah).
Setelah gagal di tahun 1811, pada tahun 1812 pasukan Turki Utsmani dari Mesir tersebut berhasil menduduki Madinah. Tahun 1815, kembali pasukan Mesir menyerbu Riyadl, Makkah dan Jeddah. Kali ini pasukan Wahhabi kocar-kacir. Pada saat itu, Ibrahim Pasya, putra penguasa Mesir sebagai wakil pemerintahan Turki Utsmani, datang dengan kekuatan sekitar 8000 pasukan kavaleri dan infantri dari Mesir, Albania dan Turki. Muhammad Ibnu Saud sendiri beserta keluarganya ditawan dan dibawa ke Kairo, kemudian ke Konstantinopel. Di Ibukota Khilafah Utsmani itu dia dipermalukan, diarak keliling kota ditengah cemoohan penonton selama 3 hari. Kemudian kepalanya dipenggal dan tubuhnya dipertontonkan kepada kerumunan yang marah.
Sisa keluarga Saudi-Wahhabi menjadi tawanan di Kairo. Kehancuran Wahhabi disambut gembira dibanyak negeri Muslim. Seorang ulama bermadzhab Hanafi bernama Muhammad Amin ibnu Abidin yang hidup di awal abad ke-19 mengatakan :
“Ia mengaku pengikut Madzhab Hanbali, tapi dalam pemikiran-pemikirannya hanya dia saja yang muslim dan semua orang lain adalah musyrik. Ia mengatakan bahwa membunuh Ahlussunnah adalah halal, sampai akhirnya Allah menghancurkannya pada tahun 1233 H (1818 M) melalui pasukan muslim”.
Tahun 1902, Abdul Aziz, putra Abdurraman ibnu Saud mengungsi ke Kuwait, memulai usaha meraih kejayaan dinasti Saud yang hilang. Dengan bantuan Syaikh Kuwait yang selama ini melindunginya, Ibnu Saud, demikian nama populer Abdul Aziz, berhasil meraih Riyadl den mengumumkan pemulihan kembali Dinasti Saud disana. Klan As-Sabah di Kuwait mendorong Ibnu Saud menaklukkan Riyadl karena mereka takut kekuasaan Klan Rasyidi yag menguasai Riyadl semakin kuat dan luas-juga terutama karena adanya aliansi Rasyidi dengan Khilafah Utsmani- sehingga mengancam Kuwait.
Pertarungan di Najd terjadi antara Ibnu Saud yang dibantu Inggris melawan Klan Rasyidi yang dibantu Khilafah Utsmani. Inggris ikut campur karena khawatir dukungan Khilafah Utsmani terhadap Ibnu Rasyid akan mengancam kepentingan mereka di Kuwait.
Tahun 1906, wilayah Qasim direbut sehingga kekuasaan Ibnu Saud semakin dekat ke jantung Klan Rasyidi di Najd Utara. Selain Qasim, Ibnu Saud juga menguasai kota-kota penting lainnya, seperti ‘Unayzah dan Buraydah. Najd praktis terbelah menjadi dua: separuh dikuasai Ibnu Saud dan separuh lagi dikuasai Klan Rasyidi.
Gambaran antara dahsyatnya peperangan yang terjadi antara pihak Ibnu Saud yang dibantu Inggris dengan Ibnu Rasyidi dengan dibantu Khilafah Turki Utsmani, dikatakan oleh sejarawan Wahhabi, Ibnu Bisyr al-Najdi dalam bukunya Uwan al-Majd sebagai peperangan berdarah yang banyak menelan korban dipihak Khilafah Utsmani. Dalam sekali serang saja, sedikitnya 2400 lebih tentara muslim Khilafah Turki Utsmani yang terdiri dari orang-orang Mesir, Maroko dan Quraisy tewas terbunuh.
Pada 26 Desember 1915, ketika Perang Dunia I berkecamuk, Ibnu Saud menyepakati traktat dengan Inggris. Berdasarkan traktat ini, pemerintah Inggris mengakui kekuasaan Ibnu Saud atas Najd, Qatif, Jubail dan wilayah-wilayah yang bergabung didalam empat wilayah utama ini. Dukungan penuh pemerintah Inggris itu diakui secara resmi oleh mereka. Maka, apabila wilayah-wilayah ini diserang, Inggris akan membantu Ibnu Saud dengan kekuatan penuh. Traktat ini juga mendatangkan keuntungan material bagi Ibnu Saud. Ia mendapatkan ribuan senapan dan uang. Ibnu Saud juga menerima subsidi dan bantuan senjata yang dikirim secara teratur sampai tahun 1924, bersamaan dengan runtuhnya Khilafah Turki Utsmani.
Sebagai imbalannya, Ibnu Saud tidak akan mengadakan perundingan dan membuat traktat dengan negara asing lainnya. Ibnu Saud juga tidak akan menyerang ke, atau campur tangan di, Kuwait, Bahrain, Qatar dan Oman (yang berada dibawah proteksi Inggris). Traktat ini mengawali keterlibatan langsung Inggris dalam politik Ibnu Saud.
Sementara itu, saingan Ibnu Saud di Najd, Ibnu Rasyid, tetap berada dibawah naungan Khilafah Utsmani. Seiring dengan mulai lemahnya Khilafah, setelah berbulan-bulan dikepung, akhirnya pada 4 November 1921, Ha’il (ibukota Klan Rasyidi) jatuh ketangan Ibnu Saud yang dibantu Inggris melalui dana dan persenjataan. Penduduk oase subur disebalah utara itu pun terpaksa mengucapkan bai’at ketundukan kepada Ibnu Saud.

Sesudah menaklukkan Ha’il, Ibnu saud beralih ke Hijaz. Satu demi satu kota di Hijaz jatuh ke tangan Ibnu Saud. ‘Asir, wilayah di Hijaz selatan, jatuh pada 1922, disusul Thaif, Makkah dan Madinah (ditahun 1924), Jeddah (diawal tahun 1925).
Tahun 1925 juga, dibulan Desember, Ibnu Saud menyatakan diri sebagai Raja , dan pada awal Januari 1926 ia menjadi Raja Hijaz sekaligus Sulthan Najd, dan daerah-daerah bawahannya.
Untuk pertama kalinya, sejak berdirinya Negara Saudi II, 4 wilayah penting di Jazirah Arab, yaitu Najd, Hijaz, ‘Asir dan Hasa, kembali berada ditangan kekuataan Klan Saudi. Dan pada tahun 1932, Ibnu Saud telah berhasil menyatukan apa yang sekarang dikenal sebagai Kerajaan Arab Saudi.
Sumber : Buku “Best Seller” : Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi : Mereka  Membunuh Semuanya, Termaasuk Ulama. Penerti Pustaka Pesantren 2011.
Kunjungi www.facebook.com/muslimedianews Sumber MMN: http://www.muslimedianews.com/2014/03/musnahnya-wahhabi-dan-bangkitnya.html#ixzz3YlUhhW8v
- See more at: http://www.inilah-salafi-takfiri.com/general/musnahnya-wahhabi-dan-bangkitnya-kembali-menjadi-kerajaan-arab-saudi#sthash.FNkolYwt.dpuf

Biografi Muhammad Bin Abdul Wahab yang Kontroversi

Bulan Ramadlan :: Biografi Muhammad Bin Abdul Wahab yang Kontroversi
Muhammad Bin Abdul Wahab adalah pendiri kelompok Salafi (penamaan golongan tersebut kepada dirinya sendiri) dan menurut golongan yang lain mereka disebut dengan Wahabi karena dinisbatkan kepada pendirinya yaitu Muhammad Bin Abdul Wahab.
Biografi Muhammad Bin Abdul Wahab ternyata banyak ketidak samaan, dan jelas ketidak samaan ini pastinya ada yang benar dan ada yang salah.
pertama saya akan memberikan Biografi Muhammad Bin Abdul Wahab menurut versi pengikutnya (Kaum Wahabi), dan Bioagrafinya adalah sebagai berikut:

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
(1115 – 1206 H/1701 – 1793 M)
Nama Lengkapnya
BELIAU adalah Syeikh al-Islam al-Imam Muhammad bin `Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi.
Tempat dan Tarikh Lahirnya
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung `Uyainah (
Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut
kota
Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang.
Beliau meninggal dunia pada 29 Syawal 1206 H (1793 M) dalam usia 92 tahun, setelah mengabdikan diri selama lebih 46 tahun dalam memangku jawatan sebagai menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi .
Pendidikan dan Pengalamannya
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab berkembang dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah ketua jabatan agama setempat. Sedangkan kakeknya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat
Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama. Oleh karena itu, kita tidaklah hairan apabila kelak beliau juga menjadi seorang ulama besar seperti datuknya.
Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dan ditempa jiwanya dengan pendidikan agama, yang diajar sendiri oleh ayahnya, Syeikh `Abdul Wahhab.
Sejak kecil lagi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab sudah kelihatan tanda-tanda kecerdasannya. Beliau tidak suka membuang masa dengan sia-sia seperti kebiasaan tingkah laku kebanyakan kanak-kanak lain yang sebaya dengannya.
Berkat bimbingan kedua ibu-bapaknya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah berjaya menghafal al-Qur’an 30 juz sebelum berusia sepuluh tahun.
Setelah beliau belajar pada orantuanya tentang beberapa bidang pengajian dasar yang meliputi bahasa dan agama, beliau diserahkan oleh ibu-bapaknya kepada para ulama setempat sebelum dikirim oleh ibu-bapaknya ke luar daerah.
Tentang ketajaman fikirannya, saudaranya Sulaiman bin `Abdul Wahab pernah menceritakan begini:
“Bahwa ayah mereka, Syeikh `Abdul Wahab merasa sangat kagum atas kecerdasan Muhammad, padahal ia masih di bawah umur. Beliau berkata: `Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh.’ ”
Syeikh Muhammad mempunyai daya kecerdasan dan ingatan yang kuat, sehingga apa saja yang dipelajarinya dapat difahaminya dengan cepat sekali, kemudian apa yang telah dihafalnya tidak mudah pula hilang dalam ingatannya. Demikianlah keadaannya, sehingga kawan-kawan sepermainannya kagum dan heran kepadanya.
Belajar di Makkah, Madinah dan Basrah
Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima – mengerjakan haji di Baitullah. Dan manakala telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya terus kembali ke kampung halamannya.
Adapun Muhammad, ia tidak pulang, tetapi terus tinggal di Mekah selama beberapa waktu, kemudian berpindah pula ke Madinah untuk melanjutkan pengajiannya di
sana.
Di Madinah, beliau berguru pada dua orang ulama besar dan termasyhur di waktu itu. Kedua-dua ulama tersebut sangat berjasa dalam membentuk pemikirannya, yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.
Selama berada di Madinah, beliau sangat prihatin menyaksikan ramai umat Islam setempat maupun penziarah dari luar
kota Madinah yang telah melakukan perbuatan-perbuatan tidak kesyirikan dan tidak sepatutnya dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya Muslim.
Beliau melihat ramai umat yang berziarah ke maqam Nabi mahupun ke maqam-maqam lainnya untuk memohon syafaat, bahkan meminta sesuatu hajat pada kuburan mahupun penghuninya, yang mana hal ini sama sekali tidak dibenarkan oleh agama Islam. Apa yang disaksikannya itu menurut Syeikh Muhammad adalah sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Kesemua inilah yang semakin mendorong Syeikh Muhammad untuk lebih mendalami pengkajiannya tentang ilmu ketauhidan yang murni, yakni Aqidah Salafiyah. Bersamaan dengan itu beliau berjanji pada dirinya sendiri, bahwa pada suatu ketika nanti, beliau akan mengadakan perbaikan (Islah) dan pembaharuan (Tajdid) dalam masalah yang berkaitan dengan ketauhidan, yaitu mengembalikan aqidah umat kepada sebersih-bersihnya tauhid yang jauh dari khurafat, tahyul dan bid’ah. Untuk itu, beliau mesti mendalami benar-benar tentang aqidah ini melalui kitab-kitab hasil karya ulama-ulama besar di abad-abad yang silam.
Di antara karya-karya ulama terdahulu yang paling terkesan dalam jiwanya adalah karya-karya Syeikh al-Islam Ibnu Taimiyah. Beliau adalah mujaddid besar abad ke 7 Hijriyah yang sangat terkenal.
Demikianlah meresapnya pengaruh dan
gaya Ibnu Taimiyah dalam jiwanya, sehingga Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bagaikan duplikat(salinan) Ibnu Taimiyah. Khususnya dalam aspek ketauhidan, seakan-akan semua yang diidam-idamkan oleh Ibnu Taimiyah semasa hidupnya yang penuh ranjau dan tekanan dari pihak berkuasa, semuanya telah ditebus dengan kejayaan Ibnu `Abdul Wahab yang hidup pada abad ke 12 Hijriyah itu.
Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, kemudian beliau berpindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman di bidang hadith danmusthalahnya, fiqh dan usul fiqhnya, gramatika (ilmu qawa’id) dan tidak ketinggalan pula lughatnya semua.
Lengkaplah sudah ilmu yang diperlukan oleh seorang yang pintar yang kemudian dikembangkan sendiri melalui metode otodidak (belajar sendiri) sebagaimana lazimnya para ulama besar Islam mengembangkan ilmu-ilmunya. Di mana bimbingan guru hanyalah sebagai modal dasar yang selanjutnya untuk dapat dikembangkan dan digali sendiri oleh yang bersangkutan.
Mulai Berdakwah
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan para ulama setempat.
Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmu’i. Tetapi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama yang sesat, yaitu ulama jahat yang memusuhi dakwahnya di sana; keduanya diancam akan dibunuh. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya.
Di samping mempelajari keadaan negeri-negeri Islam tetangga, demi kepentingan dakwahnya di masa akan datang, dan setelah menjelajahi beberapa negeri Islam, beliau lalu kembali ke al-Ihsa menemui gurunya Syeikh Abdullah bin `Abd Latif al-Ihsai untuk mendalami beberapa bidang pengajian tertentu yang selama ini belum sempat didalaminya.
Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan kemudian beliau kembali ke kampung asalnya ‘Uyainah, tetapi tidak lama kemudian beliau menyusul orang tuanya yang merupakan bekas ketua jabatan urusan agama ‘Uyainah ke Haryamla, yaitu suatu tempat di daerah Uyainah juga.
Adalah dikatakan bahwa di antara orang tua Syeikh Muhammad dan pihak berkuasa Uyainah berlaku perselisihan pendapat, yang oleh karena itulah orang tua Syeikh Muhammad terpaksa berhijrah ke Haryamla pada tahun 1139 H.
Setelah perpindahan ayahnya ke Haryamla kira-kira setahun, barulah Syeikh Muhammad menyusulnya pada tahun 1140 H. Kemudian, beliau bersama ayahnya itu mengembangkan ilmu dan mengajar serta berdakwah selama lebih kurang 13 tahun lamanya, sehingga ayahnya meninggal dunia di sana pada tahun 1153.
Setelah tiga belas tahun menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar di Haryamla, beliau mengajak pihak Penguasa setempat untuk bertindak tegas terhadap gerombolan penjahat yang selalu melakukan kerusuhan, merampas, merampok serta melakukan pembunuhan. Maka gerombolan tersebut tidak senang kepada Syeikh Muhammad, lalu mereka mengancam hendak membunuhnya. Syeikh Muhammad terpaksa meninggalkan Haryamla, berhijrah ke Uyainah tempat ayahnya dan beliau sendiri dilahirkan.
KEADAAN NEGERI NAJD, HIJAZ DAN SEKITARNYA
KEADAAN negeri Najd, Hijaz dan sekitarnya semasa awal pergerakan tauhid amatlah buruknya. Krisis Aqidah dan akhlak serta merosotnya tata nilai sosial, ekonomi dan politik sudah mencapai titik kulminasi. Semua itu adalah akibat penjajahan bangsa Turki yang berpanjangan terhadap bangsa dan Jazirah Arab, di mana tanah Najd dan Hijaz adalah termasuk jajahannya, di bawah penguasaan Sultan Muhammad Ali Pasya yang dilantik oleh Khalifah di Turki (Istanbul) sebagai Gubenur Jenderal untuk daerah koloni di kawasan Timur Tengah, yang berkedudukan di Mesir.
Pemerintahan Turki Raya pada waktu itu mempunyai daerah kekuasaan yang cukup luas. Pemerintahannya berpusat di Istanbul (Turki), yang begitu jauh dari daerah jajahannya. Kekuasaan dan pengendalian khalifah mahupun sultan-sultannya untuk daerah yang jauh dari pusat, sudah mulai lemah dan kendur disebabkan oleh kekacauan di dalam negeri dan kelemahan di pihak khalifah dan para sultannya.
Disamping itu, adanya cita-cita dari amir-amir di negeri Arab untuk melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat yang berkedudukan di Turki. Ditambah lagi dengan hasutan dari bangsa Barat, terutama penjajah tua yaitu Inggris dan Perancis yang menghasut bangsa Arab dan umat Islam supaya berjuang merebut kemerdekaan dari bangsa Turki, hal mana sebenarnya hanyalah tipudaya untuk memudahkan kaum penjajah tersebut menanamkan pengaruhnya di kawasan itu, kemudian mencengkeramkan kuku penjajahannya di dalam segala lapangan, seperti politik, ekonomi, kebudayaan dan aqidah.
Kemerosotan dari sektor agama, terutama yang menyangkut aqidah sudah begitu memuncak. Kebudayaan jahiliyah dahulu seperti taqarrub (mendekatkan diri) pada kuburan (maqam) keramat, memohon syafaat dan meminta berkat serta meminta diampuni dosa dan disampaikan hajat, sudah menjadi ibadah mereka yang paling utama sekali, sedangkan ibadah-ibadah menurut syariat yang sebenarnya pula dijadikan perkara kedua. Di mana ada maqam wali, orang-orang soleh, penuh dibanjiri oleh penziarah-penziarah untuk meminta sesuatu hajat keperluannya. Seperti misalnya pada maqam Syeikh Abdul Qadir Jailani, dan maqam-maqam wali lainnya. Hal ini terjadi bukan hanya di tanah Arab saja, tetapi juga di mana-mana, di seluruh pelosok dunia sehingga suasana di negeri Islam waktu itu seolah-olah sudah berbalik menjadi jahiliyah seperti pada waktu pra Islam menjelang kebangkitan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Masyarakat Muslim lebih banyak berziarah ke kuburan atau maqam-maqam keramat dengan segala macam munajat dan tawasul, serta pelbagai doa dialamatkan kepada maqam dan mayat didalamnya, dibandingkan dengan mereka yang datang ke masjid untuk solat dan munajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikianlah kebodohan umat Islam hampir merata di seluruh negeri, sehingga di mana-mana maqam yang dianggap keramat, maqam itu dibina bagaikan bangunan masjid, malah lebih mewah daripada masjid, karena dengan mudah saja dana mengalir dari mana-mana, terutama biaya yang diperolehi dari setiap pengunjung yang berziarah ke sana, atau memang adanya tajaan dari orang yang membiayainya di belakang tabir, dengan maksud-maksud tertentu. Seperti dari imperalis Inggris yang berdiri di belakang tabir maqam Syeikh Abdul Qadir Jailani di India misalnya.
Di tengah-tengah keadaan yang sedemikian rupa, maka Allah melahirkan seorang Mujadid besar (Pembaharu Besar) Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab (al-Wahabi) dari `Uyainah (Najd) sebagai mujaddid Islam terbesar abad ke 12 Hijriyah, setelah Ibnu Taimiyah, mujaddid abad ke 7 Hijriyah yang sangat terkenal itu.
Bidang pentajdidan kedua mujaddid besar ini adalah sama, yaitu mengadakan pentajdidan dalam aspek aqidah, walau masanya berbeda, yaitu kedua-duanya tampil untuk memperbaharui agama Islam yang sudah mulai tercemar dengan bid’ah, khurafat dan tahyul yang sedang melanda Islam dan kaum Muslimin. Menghadapi hal ini Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah menyusun barisan Ahli Tauhid (Muwahhidin) yang berpegang kepada pemurnian tauhid. Bagi para lawannya, pergerakan ini mereka sebut Wahabiyin yaitu gerakan Wahabiyah.
Dalam pergerakan tersebut tidak sedikit rintangan dan halangan yang dilalui. Kadangkala Syeikh terpaksa melakukan tindakan kekerasan apabila tidak boleh dengan cara yang lembut. Tujuannya tidak lain melainkan untuk mengembalikan Islam kepada kedudukannya yang sebenarnya, yaitu dengan memurnikan kembali aqidah umat Islam seperti yang diajarkan oleh Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.
Setelah perjuangan yang tidak mengenal lelah itu, akhirnya niat yang ikhlas itu diterima oleh Allah, sesuai dengan firmanNya: ” Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong Allah nescaya Allah akan menolongmu dan menetapkan pendirianmu. ” (Muhammad: 7)
Awal Pergerakan Tauhid
Muhammad bin `Abdul Wahab memulakan pergerakan di kampungnya sendiri yaitu Uyainah. Di waktu itu Uyainah diperintah oleh seorang amir (penguasa) bernama Amir Uthman bin Mu’ammar. Amir Uthman menyambut baik idea dan gagasan Syeikh Muhammad itu dengan sangat gembira, dan beliau berjanji akan menolong perjuangan tersebut sehingga mencapai kejayaan.
Selama Syeikh melancarkan dakwahnya di Uyainah, masyarakat negeri itu semua lelaki dan wanita merasakan kembali kedamaian luar biasa, yang selama ini belum pernah mereka rasakan. Dakwah Syeikh bergema di negeri mereka. Ukhuwah Islamiyah dan persaudaraan Islam telah tumbuh kembali berkat dakwahnya di seluruh pelusuk Uyainah dan sekitarnya. Orang-orang dari jauh pun mula mengalir berhijrah ke Uyainah, karena mereka menginginkan keamanan dan ketenteraman jiwa di negeri ini.
Syahdan; pada suatu hari, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Syeikh Muhammad mengemukakan alasannya kepada Amir, bahwa menurut hadith Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, membina sesebuah bangunan di atas kubur adalah dilarang, karena yang demikian itu akan menjurus kepada kemusyrikan. Amir menjawab: “Silakan… tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan yang mulia ini.”
Tetapi Syeikh mengajukan pendapat bahwa beliau khuatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh ahli jahiliyah(kaum Badwi) yang tinggal berdekatan maqam tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentara untuk tujuan tersebut bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam yang dikeramatkan itu.
Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai maqam Zaid bin al-Khattab Radiyallahu ‘anhu yang gugur sebagai syuhada’ Yamamah ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah berdasarkan prasangka belaka. Karena di sana terdapat puluhan syuhada’ (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan tanpa jelas lagi pengenalan mereka.
Bisa saja yang mereka anggap maqam Zaid bin al-Khattab itu adalah maqam orang lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah terlanjur beranggapan bahwa itulah maqam beliau, mereka pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di tempat itu, yang kemudian dihancurkan pula oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah, Uthman bin Mu’ammar.
Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, akan tetapi semua maqam-maqam yang dipandang berbahaya bagi aqidah ketauhidan, yang dibina seperti masjid yang pada ketika itu berselerak di seluruh wilayah Uyainah turut diratakan semuanya. Hal ini adalah untuk mencegah agar jangan sampai dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat yang sudah mulai nyata kejahiliahan dalam diri mereka. Dan berkat rahmat Allah, maka pusat-pusat kemusyrikan di negeri Uyainah dewasa itu telah terkikis habis sama sekali.
Setelah selesai dari masalah tauhid, maka Syeikh mulai menerangkan dan mengajarkan hukum-hukum syariat yang sudah berabad-abad hanya termaktub saja dalam buku-buku fiqh, tetapi tidak pernah diterapkan sebagai hukum yang diamalkan. Maka yang dilaksanakannya mula-mula sekali ialah hukum rajam bagi penzina.
Pada suatu hari datanglah seorang wanita yang mengaku dirinya berzina ke hadapan Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab, dia meminta agar dirinya dijatui hukuman yang sesuai dengan hukum Allah dan RasulNya. Meskipun Syeikh mengharapkan agar wanita itu menarik balik pengakuannya itu, supaya ia tidak terkena hukum rajam, namun wanita tersebut tetap bertahan dengan pengakuannya tadi, ia ingin menjalani hukum rajam. Maka, terpaksalah Syeikh menjatuhkan kepadanya hukuman rajam atas dasar pengakuan wanita tersebut.
Berita tentang kejayaan Syeikh dalam memurnikan masyarakat Uyainah dan penerapan hukum rajam kepada orang yang berzina, sudah tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah mahupun di luar Uyainah.
Masyarakat Uyainah dan sekelilingnya menilai gerakan Syeikh Ibnu `Abdul Wahab ini sebagai suatu perkara yang mendatangkan kebaikan. Namun, beberapa kalangan tertentu menilai pergerakan Syeikh Muhammad itu sebagai suatu perkara yang negatif dan membahayakan kedudukan mereka. Memang, hal ini sama keadaannya dimanapun di saat tersebut, bahkan pergerakan pembaharuan tersebut dipandang rawan bagi penentangnya. Hal tersebut seperti halnya untuk mengislamkan masyarakat Islam yang sudah kembali ke jahiliyah ini, yaitu, dengan cara mengembalikan mereka kepada Aqidah Salafiyah seperti di zaman Nabi, para Sahabat dan para Tabi’in dahulu.
Di antara yang menentangnya dakwah tersebut adalah Amir (pihak berkuasa) wilayah al-Ihsa’ (suku Badwi) dengan para pengikut-pengikutnya dari Bani Khalid Sulaiman bin Ari’ar al-Khalidi. Mereka adalah suku Badui yang terkenal berhati keras, suka merampas, merampok dan membunuh. Pihak berkuasa al-Ihsa’ khuatir kalau pergerakan Syeikh Muhammad tidak dipatahkan secepat mungkin, sudah pasti wilayah kekuasaannya nanti akan direbut oleh pergerakan tersebut. Padahal Amir ini sangat takut dijatuhkan hukum Islam seperti yang telah diperlakukan di negeri Uyainah. Dan tentunya yang lebih ditakutinya lagi ialah kehilangan kedudukannya sebagai Amir (ketua) suku Badui.
Maka Amir Badui ini menulis sepucuk surat kepada Amir Uyainah yang isinya mengancam pihak berkuasa Uyainah. Adapun isi ancaman tersebut ialah: “Apabila Amir Uthman tetap membiarkan dan mengizinkan Syeikh Muhammad terus berdakwah dan bertempat tinggal di wilayahnya, serta tidak mau membunuh Syeikh Muhammad, maka semua pajak dan upeti wilayah Badui yang selama ini dibayar kepada Amir Uthman akan diputuskan (ketika itu wilayah Badwi tunduk dibawah kekuasaan pemerintahan Uyainah).” Jadi, Amir Uthman dipaksa untuk memilih dua pilihan, membunuh Syeikh atau suku Badui itu menghentikan pembayaran upeti.
Ancaman ini amat mempengaruhi pikiran Amir Uthman, karena upeti dari wilayah Badui sangat besar artinya baginya. Adapun upeti tersebut adalah terdiri dari emas murni.
Didesak oleh tuntutan tersebut, terpaksalah Amir Uyainah memanggil Syeikh Muhammad untuk diajak berunding bagaimanakah mencari jalan keluar dari ancaman tersebut. Soalnya, dari pihak Amir Uthman tidak pernah sedikit pun terfikir untuk mengusir Syeikh Muhammad dari Uyainah, apalagi untuk membunuhnya. Tetapi, sebaliknya dari pihaknya juga tidak terdaya menangkis serangan pihak suku Badui itu.
Maka, Amir Uthman meminta kepada Syeikh Muhammad supaya dalam hal ini demi keselamatan bersama dan untuk menghindari dari terjadinya pertumpahan darah, sebaiknya Syeikh bersedia mengalah untuk meninggalkan negeri Uyainah. Syeikh Muhammad menjawab seperti berikut: “Wahai Amir! Sebenarnya apa yang aku sampaikan dari dakwahku, tidak lain adalah DINULLAH (agama Allah), dalam rangka melaksanakan kandungan LA ILAHA ILLALLAH – Tiada Tuhan melainkan Allah, Muhammad Rasulullah.
Maka barangsiapa berpegang teguh pada agama dan membantu pengembangannya dengan ikhlas dan yakin, pasti Allah akan mengulurkan bantuan dan pertolonganNya kepada orang itu, dan Allah akan membantunya untuk dapat menguasai negeri-negeri musuhnya. Saya berharap kepada anda Amir supaya bersabar dan tetap berpegang terhadap pegangan kita bersama terlebih dahulu, untuk sama-sama berjuang demi tegaknya kembali Dinullah di negeri ini. Mohon sekali lagi Amir menerima ajakan ini. Mudah-mudahan Allah akan memberi pertolongan kepada anda dan menjaga anda dari ancaman Badui itu, begitu juga dengan musuh-musuh anda yang lainnya. Dan Allah akan memberi kekuatan kepada anda untuk melawan mereka agar anda dapat mengambil alih daerah Badui untuk sepenuhnya menjadi daerah Uyainah di bawah kekuasaan anda.”
Setelah bertukar fikiran di antara Syeikh dan Amir Uthman, tampaknya pihak Amir tetap pada pendiriannya, yaitu mengharapkan agar Syeikh meninggalkan Uyainah secepat mungkin.
Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin `Abdul Wahab, Wada’ Watahu Wasiratuhu, Syeikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz, beliau berkata: “Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syeikh meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dar’iyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Beliau meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dinihari, dan sampai ke negeri Dar’iyah pada waktu malam hari.” (Ibnu Baz, Syeikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22)
Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa: Pada mulanya Syeikh Muhammad mendapat dukungan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman bin Mu’ammar, namun setelah api pergerakan dinyalakan, pemerintah setempat mengundurkan diri dari percaturan pergerakan karena alasan politik (besar kemungkinan takut dipecat dari kedudukannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak atasannya). Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang sahabatnya yang setia untuk meneruskan dakwahnya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya.
Bersamaan dengan itu, pihak berkuasa telah merencanakan pembunuhan ke atas diri Syeikh di dalam perjalanannya, namun Allah mempunyai rencana sendiri untuk menyelamatkan Syeikh dari usaha pembunuhan, wamakaru wamakarallalu wallahu khairul makirin. Mereka mempunyai rencana dan Allah mempunyai rencanaNya juga, dan Allah sebaik-baik pembuat rencana. Sehingga Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab selamat di perjalanannya sampai ke negeri tujuannya, yaitu negeri Dar’iyah.
Syeikh Muhammad di Dar’iyah
Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dar’iyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah negeri Dar’iyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Sulaim al-`Arini. Bin Sulaim ini adalah seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat setempat.
Syeikh meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain.
Pada mulanya ia ragu-ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena suasana Dar’iyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak tenteram, menyebabkan setiap tamu yang datang hendaklah melaporkan diri kepada pihak berkuasa setempat. Namun, setelah Syeikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dar’iyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan membenteras kemusyrikan, barulah Muhammad bin Sulaim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya.
Sesuai dengan peraturan yang wujud di Dar’iyah di kala itu, yang mana setiap tetamu hendaklah melaporkan diri kepada pihak berkuasa setempat, maka Muhammad bin Sulaim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan tamunya yang baru tiba dari Uyainah dengan menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau.
Kononnya, ada riwayat yang mengatakan; bahwa seorang soleh datang menemui isteri Amir Ibnu Saud, ia berpesan untuk menyampaikan kepada suaminya, bahwa ada seorang ulama dari Uyainah yang bernama Muhammad bin `Abdul Wahab hendak menetap di negerinya. Beliau hendak menyampaikan dakwah Islamiyah dan mengajak masyarakat kepada sebersih-bersih tauhid. Ia meminta agar isteri Amir Ibnu Saud membujuk suaminya supaya menerima ulama tersebut agar dapat menjadi warga negeri Dar’iyah serta mau membantu perjuangannya dalam menegakkan agama Allah.
Isteri Ibnu Saud ini sebenarnya adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, si isteri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya.
Selanjutnya ia berkata kepada suaminya: “Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar. Kanda jangan ragu-ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda menjemputnya kemari.”
Akhirnya, baginda Ibnu Saud dapat diyakinkan oleh isterinya yang soleh itu. Namun, baginda bimbang sejenak. Ia berfikir apakah Syeikh itu dipanggil datang menghadapnya, ataukah dia sendiri yang harus datang menjemput Syeikh, untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun meminta pandangan dari beberapa penasihatnya, terutama isterinya sendiri, tentang bagaimanakah cara yang lebih baik harus dilakukannya.
Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa sebaik-baiknya dalam hal ini, baginda sendiri yang harus datang menemui Syeikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Karena ulama itu didatangi dan bukan ia yang datang, al-`alim Yuraru wala Yazuru.’` Maka baginda dengan segala kerendahan hatinya menyetujui nasihat dan isyarat dari isteri maupun para penasihatnya.
Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Sulaim, di mana Syeikh Muhammad bermalam.
Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Sulaim; di sana Syeikh bersama anda punya rumah sudah bersedia menerima kedatangan Amir Ibnu Saud. Amir Ibnu Saud memberi salam dan keduanya saling merendahkan diri, saling menghormati.
Amir Ibnu Saud berkata: “Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berikrar untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda Syeikh di negeri ini dalam menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Dar’iyah. Demi kejayaan dakwah Islamiyah yang anda Syeikh rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk bersama-sama anda Syeikh berjuang demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!”
Kemudian anda Syeikh menjawab: “Alhamdulillah, anda juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini, nescaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama.”
Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dar’iyah, yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus membela darahnya bagaikan saudara kandung sendiri, yang berarti di antara Amir dan Syeikh sudah bersumpah setia sehidup-semati, senasib, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya di bumi persada tanah Dar’iyah.
Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Ia bersama Syeikh seiring sejalan, bahu-membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya. Sehingga cita-cita dan perjuangan mereka disampaikan Allah dengan penuh kemenangan yang gilang-gemilang.
Sejak hijrahnya Tuan Syeikh ke negeri Dar’iyah, kemudian melancarkan dakwahnya di sana, maka berduyun-duyunlah masyarakat luar Dar’iyah yang datang dari penjuru Jazirah Arab. Di antara lain dari Uyainah, Urgah, Manfuhah, Riyadh dan negeri-negeri jiran yang lain, menuju Dar’iyah untuk menetap dan bertempat tinggal di negeri hijrah ini, sehingga negeri Dar’iyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab.
Nama Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu popular di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dar’iyah mahupun di luar negerinya, sehingga ramai para penuntut ilmu datang berbondong-bondong, secara perseorangan maupun secara berombongan datang ke negeri Dar’iyah.
Maka menetaplah Syeikh di negeri Hijrah ini dengan penuh kebesaran, kehormatan dan ketenteraman serta mendapat sokongan dan kecintaan dari semua pihak. Beliau pun mulai membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi teras bagi rencana perjuangan beliau, yaitu bidang pengajian ‘Aqaid al-Qur’an, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatika (nahu/saraf)nya serta lain-lain lagi dari ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Dalam waktu yang singkat saja, Dar’iyah telah menjadi kiblat ilmu dan kota pelajar penuntut Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah, yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat umum, begitu juga majlis-majlis ta’limnya.
Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh pelosok Dar’iyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian, Syeikh mula menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bid’ah dan khurafat di negeri mereka masing-masing.
Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd. Beliau pun mula mengirimkan surat-suratnya kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.
Berdakwah Melalui Surat-menyurat
Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang).
Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, yang pada ketika itu adalah Dahkan bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama Khariq dan penguasa-penguasa, begitu juga ulama-ulama negeri Selatan, seperti al-Qasim, Hail, al-Wasyim, Sudair dan lain-lainnya.
Beliau terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke sleuruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Semua surat-surat itu ditujukan kepada para umara dan ulama, dalam hal ini termasuklah ulama negeri al-Ihsa’, daerah Badwi dan Haramain (Mekah – Madinah). Begitu juga kepada ulama-ulama Mesir, Syria, Iraq, Hindia, Yaman dan lain-lain lagi. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bid’ah, khurafat dan tahyul.
Bukanlah bererti bahwa ketika itu tidak ada lagi perhatian para ulama Islam setempat kepada agama ini, sehingga seolah-olah bagaikan tidak ada lagi yang memperahtikan masalah agama. Akan tetapi yang sedang kita bicarakan sekarang adalah masalah negeri Najd dan sekitarnya.
Tentang keadaan negeri Najd, di waktu itu sedang dilanda serba kemusyrikan, kekacauan, keruntuhan moral, bid’ah dan khurafat. Kesemuanya itu timbul bukanlah karena tidak adanya para ulama, malah ulama sangat ramai jumlahnya, tetapi kebanyakan mereka tidak mampu menghadapi keadaan yang sudah begitu parah. Misalnya, di negeri Yaman dan lainnya, di mana di sana tidak sedikit para ulamanya yang aktif melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, serta menjelaskan mana yang bid’ah dan yang sunnah. Namun Allah belum mentaqdirkan kejayaan dakwah itu dari tangan mereka seperti apa yang Allah taqdirkan kepada Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab.
Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afthanistan, Afrika Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain lagi.
Memang cukup banyak para da’i dan ulama di negeri-negeri tersebut tetapi pada waktu itu kebanyakan di antara mereka yang kehilangan arah, meskipun mereka memiliki ilmu-ilmu yang cukup memadai.
Begitu semarak dan bergemanya suara dakwah dari Najd ke negeri-negeri mereka, serentak mereka bangkit sahut-menyahut menerima ajakan Syeikh Ibnu `Abdul Wahab untuk menumpaskan kemusyrikan dan memperjuangkan pemurnian tauhid. Semangat mereka timbul kembali bagaikan pohon yang telah layu, lalu datang hujan lebat menyiramnya sehingga menjadi hijau dan segar kembali.
Demikianlah banyaknya surat-menyurat di antara Syeikh dengan para ulama di dalam dan luar Jazirah Arab, sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-akhir ini semua tulisan beliau, yang berupa risalah, maupun kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan sebagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelosok dunia Islam, baik melalui Rabithah al-`Alam Islami, maupun terus dari pihak kerajaan Saudi sendiri ( di masa mendatang). Begitu juga dengan tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau serta tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar luas ke seluruh pelosok dunia Islam.
Dengan demikian, jadilah Dar’iyah sebagai pusat penyebaran dakwah kaum Muwahhidin (gerakan pemurnian tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran Dar’iyah pula menyebarkan ajaran-ajaran tauhid murni ini ke seluruh pelusuk negeri dengan cara membuka sekolah-sekolah di daerah-daerah mereka.
Namun, meskipun demikian, perjalanan dakwah ini tidak sedikit mengalami rintangan dan gangguan yang menghalangi. Tetapi setiap perjuangan itu tidak mungkin berjaya tanpa adanya pengorbanan.
Sejarah pembaharuan yang digerakkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab ini tercatat dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnya dan amat cemerlang.
Di samping itu, hal ini merupakan suatu pergerakan perubahan besar yang banyak memakan korban manusia maupun harta benda. Karena pergerakan ini mendapat tentangan bukan hanya dari luar, akan tetapi lebih banyak datangnya dari kalangan sendiri, terutama dari tokoh-tokoh agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat, kedudukan, pengaruh dan jamaahnya. Namun, oleh karena perlawanan sudah juga digencarkan muslimin sendiri, maka orang-orang di luar Islam pula, terutama kaum orientalis mendapat angin segar untuk turut campur-tangan membesarkan perselisihan diantara umat Islam sehingga terjadi saling membid’ahkan dan bahkan saling mengkafirkan.
Masa-masa tersebut telah pun berlalu. Umat Islam kini sudah sedar tentang apa dan siapa kaum pengikut dakwah Rasulullah yang diteruskan Muhammad bin Abdul Wahhab (dijuluki Wahabi). Dan satu persatu kejahatan dan kebusukan kaum orientalis yang sengaja mengadu domba antara sesama umat Islam semenjak awal, begitu juga dari kaum penjajah Barat, semuanya kini sudah terungkap.
Meskipun usaha musuh-musuh dakwahnya begitu hebat, sama ada dari kalangan dalam Islam sendiri, mahupun dari kalangan luarnya, yang dilancarkan melalui pena atau ucapan, yang ditujukan untuk membendung dakwah tauhid ini, namun usaha mereka sia-sia belaka, karena ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memenangkan perjuangan dakwah tauhid yang dipelopori oleh Syeikh Islam, Imam Muhammad bin `Abdul Wahab yang telah mendapat sambutan bukan hanya oleh penduduk negeri Najd saja, akan tetapi juga sudah menggema ke seluruh dunia Islam dari Maghribi sampai ke Merauke, malah kini sudah berkumandang pula ke seluruh jagat raya.
Dalam hal ini, jasa-jasa Putera Muhammad bin Saud (pendiri kerajaan Arab Saudi) dengan semua anak cucunya tidaklah boleh dilupakan begitu saja, di mana dari masa ke masa mereka telah membantu perjuangan tauhid ini dengan harta dan jiwa.
SIAPAKAH Salafiyyah ITU?
SEBAGAIMANA yang telah disebutkan, bahwa Salafiyyah itu adalah suatu pergerakan pembaharuan di bidang agama, khususnya di bidang ketauhidan. Tujuannya ialah untuk memurnikan kembali ketauhidan yang telah tercemar oleh pelbagai macam bid’ah dan khurafat yang membawa kepada kemusyrikan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah menempuh pelbagai macam cara. Kadangkala lembut dan kadangkala kasar, sesuai dengan sifat orang yang dihadapinya. Beliau mendapat pertentangan dan perlawanan dari kelompok yang tidak menyenanginya karena sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi, sehingga lawan-lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun pelbagai fitnah terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya.
Musuh-musuhnya pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir dan hadith. Malahan ada yang lebih keji, yaitu menuduh Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut, serta menafsirkan al-Qur’an menurut kehendak hawa nafsu sendiri.
Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu `Abdul Wahab itu, telah dijawab dengan tegas oleh seorang pengarang terkenal, yaitu al-Allamah Syeikh Muhammad Basyir as-Sahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan di halaman 473 seperti berikut:
“Sebenarnya tuduhan tersebut telah dijawab sendiri oleh Syeikh Ibnu `Abdul Wahab sendiri dalam suatu risalah yang ditulisnya dan dialamatkan kepada `Abdullah bin Suhaim dalam pelbagai masalah yang diperselisihkan itu. Diantaranya beliau menulis bahwa semua itu adalah bohong dan kata-kata dusta belaka, seperti dia dituduh membatalkan kitab-kitab mazhab, dan dia mendakwakan dirinya sebagai mujtahid, bukan muqallid.”
Kemudian dalam sebuah risalah yang dikirimnya kepada `Abdurrahman bin `Abdullah, Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: “Aqidah dan agama yang aku anut, ialah mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah, sebagai tuntunan yang dipegang oleh para Imam Muslimin, seperti Imam-imam Mazhab empat dan pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat. Aku hanyalah suka menjelaskan kepada orang-orang tentang pemurnian agama dan aku larang mereka berdoa (mohon syafaat) pada orang yang hidup atau orang mati daripada orang-orang soleh dan lainnya.”
`Abdullah bin Muhammad bin `Abdul Wahab, menulis dalam risalahnya sebagai ringkasan dari beberapa hasil karya ayahnya, Syeikh Ibnu `Abdul Wahab, seperti berikut: “Bahwa mazhab kami dalam Ushuluddin (Tauhid) adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan cara (sistem) pemahaman kami adalah mengikuti cara Ulama Salaf. Sedangkan dalam hal masalah furu’ (fiqh) kami cenderung mengikuti mazhab Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Kami tidak pernah mengingkari (melarang) seseorang bermazhab dengan salah satu daripada mazhab yang empat. Dan kami tidak mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang luar dari mazhab empat, seprti mazhab Rafidhah, Zaidiyah, Imamiyah dan lain-lain lagi. Kami tidak membenarkan mereka mengikuti mazhab-mazhab yang batil. Malah kami memaksa mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari mazhab empat tersebut. Kami tidak pernah sama sekali mengaku bahwa kami sudah sampai ke tingkat mujtahid mutlaq, juga tidak seorang pun di antara para pengikut kami yang berani mendakwakan dirinya dengan demikian. Hanya ada beberapa masalah yang kalau kami lihat di sana ada nash yang jelas, baik dari Qur’an mahupun Sunnah, dan setelah kami periksa dengan teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang mentaskhsiskannya atau yang menentangnya, lebih kuat daripadanya, serta dipegangi pula oleh salah seorang Imam empat, maka kami mengambilnya dan kami meninggalkan mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang menyangkut dengan kakek dan saudara lelaki; Dalam hal ini kami berpendirian mendahulukan kakek, meskipun menyalahi mazhab kami (Hambali).”
Demikianlah bunyi isi tulisan kitab Shiyanah al-Insan, hal. 474. Seterusnya beliau berkata: “Adapun yang mereka fitnah kepada kami, sudah tentu dengan maksud untuk menutup-nutupi dan menghalang-halangi yang hak, dan mereka membohongi orang banyak dengan berkata: `Bahwa kami suka mentafsirkan Qur’an dengan selera kami, tanpa mengindahkan kitab-kitab tafsirnya. Dan kami tidak percaya kepada ulama, menghina Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam’ dan dengan perkataan `bahwa jasad Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam itu buruk di dalam kuburnya. Dan bahwa tongkat kami ini lebih bermanfaat daripada Nabi, dan Nabi itu tidak mempunyai syafaat.
Dan ziarah kepada kubur Nabi itu tidak sunat, Nabi tidak mengerti makna “La ilaha illallah” sehingga perlu diturunkan kepadanya ayat yang berbunyi: “Fa’lam annahu La ilaha illallah,” dan ayat ini diturunkan di Madinah. Dituduhnya kami lagi, bahwa kami tidak percaya kepada pendapat para ulama. Kami telah menghancurkan kitab-kitab karangan para ulama mazhab, karena didalamnya bercampur antara yang hak dan batil. Malah kami dianggap mujassimah (menjasmanikan Allah), serta kami mengkufurkan orang-orang yang hidup sesudah abad keenam, kecuali yang mengikuti kami. Selain itu kami juga dituduh tidak mahu menerima bai’ah seseorang sehingga kami menetapkan atasnya `bahwa dia itu bukan musyrik begitu juga ibu-bapaknya juga bukan musyrik.’
Dikatakan lagi bahwa kami telah melarang manusia membaca selawat ke atas Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dan mengharamkan berziarah ke kubur-kubur. Kemudian dikatakannya pula, jika seseorang yang mengikuti ajaran agama sesuai dengan kami, maka orang itu akan diberikan kelonggaran dan kebebasan dari segala beban dan tanggungan atau hutang sekalipun.
Kami dituduh tidak mahu mengakui kebenaran para ahlul Bait Radiyallahu ‘anhum. Dan kami memaksa menikahkan seseorang yang tidak kufu serta memaksa seseorang yang tua umurnya dan ia mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, karena akan dinikahkan dengan pemuda lainnya untuk mengangkat derajat golongan kami.
Maka semua tuduhan yang diada-adakan dalam hal ini sungguh kami tidak mengerti apa yang harus kami katakan sebagai jawapan, kecuali yang dapat kami katakan hanya “Subhanaka – Maha suci Engkau ya Allah” ini adalah kebohongan yang besar. Oleh karena itu, maka barangsiapa menuduh kami dengan hal-hal yang tersebut di atas tadi, mereka telah melakukan kebohongan yang amat besar terhadap kami. Barangsiapa mengaku dan menyaksikan bahwa apa yang dituduhkan tadi adalah perbuatan kami, maka ketahuilah: bahwa kesemuanya itu adalah suatu penghinaan terhadap kami, yang dicipta oleh musuh-musuh agama ataupun teman-teman syaithan dari menjauhkan manusia untuk mengikuti ajaran sebersih-bersih tauhid kepada Allah dan keikhlasan beribadah kepadaNya.
Kami beri’tiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa besar, seperti melakukan pembunuhan terhadap seseorang Muslim tanpa alasan yang wajar, begitu juga seperti berzina, riba’ dan minum arak, meskipun berulang-ulang, maka orang itu hukumnya tidaklah keluar dari Islam (murtad), dan tidak kekal dalam neraka, apabila ia tetap bertauhid kepada Allah dalam semua ibadahnya.” (Shiyanah al-Insan, m.s 475)
Khusus tentang Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: “Dan apapun yang kami yakini terhadap martabat Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam bahwa martabat beliau itu adalah setinggi-tinggi martabat makhluk secara mutlak. Dan Beliau itu hidup di dalam kuburnya dalam keadaan yang lebih daripada kehidupan para syuhada yang telah digariskan dalam Al-Qur’an. Karena Beliau itu lebih utama dari mereka, dengan tidak diragukan lagi. Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam mendengar salam orang yang mengucapkan kepadanya. Dan adalah sunnah berziarah kepada kuburnya, kecuali jika semata-mata dari jauh hanya datang untuk berziarah ke maqamnya. Namun Sunat juga berziarah ke masjid Nabi dan melakukan solat di dalamnya, kemudian berziarah ke maqamnya. Dan barangsiapa yang menggunakan waktunya yang berharga untuk membaca selawat ke atas Nabi, selawat yang datang daripada beliau sendiri, maka ia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.”
Tantangan Dakwah Salafiyyah
Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan , maka Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, berupa buku-buku mahupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab).
Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi beratus-ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan jilid tebalnya.
Sebagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta diberi ta’liq dan sudah diterbitkan, sebagian lainnya sedang dalam proses penyusunan. Ini tidak termasuk buku-buku yang sangat berharga yang sempat ditulis sendiri oleh Syeikh di celah-celah kesibukannya yang luarbiasa itu. Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa buku-buku pegangan dan rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika beliau memimpin gerakan tauhidnya.
Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:
1. Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama,
2. Atas nama politik yang berselubung agama.
Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah.
Mereka menuduh dan memfitnah Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum Khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma’ ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya.
Namun Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa mempedulikan celaan orang yang mencelanya.
Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:
1. Golongan ulama khurafat, yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya’ dan orang-orang soleh, yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi.
2. Golongan ulama taashub, yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap Ashabiyah (kebanggaan dengan golongannya) yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaashubannya. Lalu menganggap Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu; anti Auliya’ dan memusuhi orang-orang shaleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.
3. Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jawatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.
Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Syeikh dari Najd ini, yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang berkepanjangan di antara Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang lain. Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka menjawabnya. Demikianlah seterusnya.
Perang pena yang terus menerus berlangsung itu, bukan hanya terjadi di masa hayat Syeikh sendiri, akan tetapi berterusan sampai kepada anak cucunya. Di mana anak cucunya ini juga ditakdirkan Allah menjadi ulama.
Merekalah yang meneruskan perjuangan al-maghfurlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab, yang dibantu oleh para muridnya dan pendukung-pendukung ajarannya. Demikianlah perjuangan Syeikh yang berawal dengan lisan, lalu dengan pena dan seterusnya dengan senjata, telah didukung sepenuhnya oleh Amir Muhammad bin Saud, penguasa Dar’iyah.
Beliau pertama kali yang mengumandangkan jihadnya dengan pedang pada tahun 1158 H. Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang da’i ilallah, apabila tidak didukung oleh kekuatan yang mantap, pasti dakwahnya akan surut, meskipun pada tahap pertama mengalami kemajuan. Namun pada akhirnya orang akan jemu dan secara beransur-ansur dakwah itu akan ditinggalkan oleh para pendukungnya.
Oleh karena itu, maka kekuatan yang paling ampuh untuk mempertahankan dakwah dan pendukungnya, tidak lain harus didukung oleh senjata. Karena masyarakat yang dijadikan sebagai objek daripada dakwah kadangkala tidak mampan dengan lisan mahupun tulisan, akan tetapi mereka harus diiring dengan senjata, maka waktu itulah perlunya memainkan peranan senjata.
Alangkah benarnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: ” Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami, dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan/neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi umat manusia, dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan RasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa.” (al-Hadid:25)
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para RasulNya dengan disertai bukti-bukti yang nyata untuk menumpaskan kebatilan dan menegakkan kebenaran. Di samping itu pula, mereka dibekalkan dengan Kitab yang di dalamnya terdapat pelbagai macam hukum dan undang-undang, keterangan dan penjelasan. Juga Allah menciptakan neraca (mizan) keadilan, baik dan buruk serta haq dan batil, demi tertegaknya kebenaran dan keadilan di tengah-tengah umat manusia.
Namun semua itu tidak mungkin berjalan dengan lancar dan stabil tanpa ditunjang oleh kekuatan besi (senjata) yang menurut keterangan al-Qur’an al-Hadid fihi basun syadid yaitu, besi baja yang mempunyai kekuatan dahsyat. yaitu berupa senjata tajam, senjata api, peluru, senapan, meriam, kapal perang, nuklir dan lain-lain lagi, yang pembuatannya mesti menggunakan unsur besi.
Sungguh besi itu amat besar manfaatnya bagi kepentingan umat manusia yang mana al-Qur’an menyatakan dengan Wama nafiu linasi yaitu dan banyak manfaatnya bagi umat manusia. Apatah lagi jika dipergunakan bagi kepentingan dakwah dan menegakkan keadilan dan kebenaran seperti yang telah dimanfaatkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab semasa gerakan tauhidnya tiga abad yang lalu.
Orang yang mempunyai akal yang sehat dan fikiran yang bersih akan mudah menerima ajaran-ajaran agama, sama ada yang dibawa oleh Nabi, mahupun oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang zalim dan suka melakukan kejahatan, yang diperhambakan oleh hawa nafsunya, mereka tidak akan tunduk dan tidak akan mau menerimanya, melainkan jika mereka diiring dengan senjata.
Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama Islam pada waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun 1158 hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.
Adalah suatu kebahagiaan yang tidak terucapkan bagi beliau, yang mana beliau dapat menyaksikan sendiri akan kejayaan dakwahnya di tanah Najd dan daerah sekelilingnya, sehingga masyarakat Islam pada ketika itu telah kembali kepada ajaran agama yang sebenar-benarnya, sesuai dengan tuntunan Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.
Dengan demikian, maka maqam-maqam yang didirikan dengan kubah yang lebih mewah dari kubah masjid-masjid, sudah tidak kelihatan lagi di seluruh negeri Najd, dan orang ramai mula berduyun-duyun pergi memenuhi masjid untuk bersembahyang dan mempelajari ilmu agama. Amar ma’ruf ditegakkan, keamanan dan ketenteraman masyarakat menjadi stabil dan merata di kota mahupun di desa. Syeikh kemudian mengirim guru-guru agama dan mursyid-mursyid ke seluruh pelusuk desa untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat setempat terutama yang berhubungan dengan aqidah dan syari’ah.
Setelah beliau meninggal dunia, perjuangan tersebut diteruskan pula oleh anak-anak dan cucu-cucunya, begitu juga oleh murid-murid dan pendukung-pendukung dakwahnya. Yang dipelopori oleh anak-anak Syeikh sendiri, seperti Syeikh Imam `Abdullah bin Muhammad, Syeikh Husin bin Muhammad, Syeikh Ibrahim bin Muhammad, Syeikh Ali bin Muhammad. Dan dari cucu-cucunya antara lain ialah Syeikh `Abdurrahman bin Hasan, Syeikh Ali bin Husin, Syeikh Sulaiman bin `Abdullah bin Muhammad dan lain-lain. Dari kalangan murid-murid beliau yang paling menonjol ialah Syeikh Hamad bin Nasir bin Mu’ammar dan ramai lagi jamaah lainnya dari para ulama Dar’iyah.
Masjid-masjid telah penuh dengan penuntut-penuntut ilmu yang belajar tentang pelbagai macam ilmu Islam, terutama tafsir, hadith, tarikh Islam, ilmu qawa’id dan lain-lain lagi. Meskipun kecenderungan dan minat mansyarakat demikian tinggi untuk menuntut ilmu agama, namun mereka pun tidak ketinggalan dalam hal ilmu-ilmu keduniaan seperti ilmu ekonomi, pertanian, perdagangan, pertukangan dan lain-lain lagi yang mana semuanya itu diajarkan di masjid dan dipraktikkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Setelah kejayaan Syeikh Muhammad bersama keluarga Amir Ibnu Saud menguasai daerah Najd, maka sasaran dakwahnya kini ditujukan ke negeri Mekah dan negeri Madinah (Haramain) dan daerah Selatan Jazirah Arab. Mula-mula Syeikh menawarkan kepada mereka dakwahnya melalui surat menyurat terhadap para ulamanya, namun mereka tidak mau menerimanya.
Mereka tetap bertahan pada ajaran-ajaran nenek moyang yang mengkeramatkan kuburan dan mendirikan masjid di atasnya, lalu berduyun-duyun datang ke tempat itu meminta syafaat, meminta berkat, dan meminta agar dikabulkan hajat pada ahli kubur atau dengan mempersekutukan si penghuni kubur itu dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebelas tahun setelah meninggalnya kedua tokoh mujahid ini, yaitu Syeikh dan Amir Ibnu Saud, kemudian tampillah Imam Saud bin `Abdul `Aziz untuk meneruskan perjuangan pendahulunya. Imam Saud adalah cucu kepada Amir Muhammad bin Saud, rekan seperjuangan Syeikh semasa beliau masih hidup.
Berangkatlah Imam Saud bin `Abdul `Aziz menuju tanah Haram Mekah dan Madinah (Haramain) yang dikenal juga dengan nama tanah Hijaz.
Mula-mula beliau bersama pasukannya berjaya menduduki Tha’if. Penaklukan Tha’if tidak begitu banyak mengalami kesukaran karena sebelumnya Imam Saud bin `Abdul `Aziz telah mengirimkan Amir Uthman bin `Abdurrahman al-Mudhayifi dengan membawa pasukannya dalam jumlah yang besar untuk mengepung Tha’if. Pasukan ini terdiri dari orang-orang Najd dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu Ibnu `Abdul `Aziz tidak mengalami banyak kerugian dalam penaklukan negeri Tha’if, sehingga dalam waktu singkat negeri Tha’if menyerah dan jatuh ke tangan Salafy (pengikut Syaikh Muhammad).
Di Tha’if, pasukan muwahidin membongkar beberapa maqam yang di atasnya didirikan masjid, di antara maqam yang dibongkar adalah maqam Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu. Masyarakat setempat menjadikan maqam ini sebagai tempat ibadah, dan meminta syafaat serta berkat daripadanya.
Dari Tha’if pasukan Imam Saud bergerak menuju Hijaz dan mengepung kota Mekah. Manakala Gubernur Mekah mengetahui sebab pengepungan tersebut (waktu itu Mekah di bawah pimpinan Syarif Husin), maka hanya ada dua pilihan baginya, menyerah kepada pasukan Imam Saud atau melarikan diri ke negeri lain. Ia memilih pilihan kedua, yaitu melarikan diri ke Jeddah. Kemudian, pasukan Saud segera masuk ke kota Mekah untuk kemudian menguasainya tanpa perlawanan sedikit pun.
Tepat pada waktu fajar, Muharram 1218 H, kota suci Mekah sudah berada di bawah kekuasaan muwahidin sepenuhnya. Seperti biasa, pasukan muwahidin sentiasa mengutamakan sasarannya untuk menghancurkan patung-patung yang dibuat dalam bentuk kubah di perkuburan yang dianggap keramat, yang semuanya itu boleh mengundang kemusyrikan bagi kaum Muslimin.Maka semua lambang-lambang kemusyrikan yang didirikan di atas kuburan yang berbentuk kubah-kubah masjid di seluruh Hijaz, semuanya diratakan, termasuk kubah yang didirikan di atas kubur Khadijah Radiyallahu ‘anha, isteri pertama Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Bersamaan dengan itu mereka melantik sejumlah guru, da’i, mursyid serta hakim untuk ditugaskan di daerah Hijaz. Selang dua tahun setelah penaklukan Mekah, pasukan Imam Saud bergerak menuju Madinah. Seperti halnya di Mekah, Madinah pun dalam waktu yang singkat saja telah dapat dikuasai sepenuhnya oleh pasukan Muwahhidin di bawah panglima Putera Saud bin Abdul Aziz, peristiwa ini berlaku pada tahun 1220 H.
Dengan demikian, daerah Haramain (Mekah – Madinah) telah jatuh ke tangan muwahidin. Dan sejak itulah status sosial dan ekonomi masyarakat Hijaz secara berangsur-angsur dapat dipulihkan kembali, sehingga semua lapisan masyarakat merasa aman, tenteram dan tertib, yang selama ini sangat mereka inginkan.
Walaupun sebagai sebuah daerah yang ditaklukan, keluarga Saud tidaklah memperlakukan rakyat dengan sesuka hati. Keluarga Saud sangat baik terhadap rakyat terutama pada kalangan fakir miskin yang mana pihak kerajaan memberi perhatian yang berat terhadap nasib mereka. Dan tetaplah kawasan Hijaz berada di bawah kekuasaan muwahidin (Saudi) yang dipimpin oleh keluarga Saud sehingga pada tahun 1226 H.
Setelah delapan tahun wilayah ini berada di bawah kekuasaan Imam Saud, pemerintah Mesir bersama sekutunya Turki, mengirimkan pasukannya untuk membebaskan tanah Hijaz, terutama Mekah dan Madinah dari tangan muwahidin sekaligus hendak mengusir mereka keluar dari daerah tersebut.
Adapun sebab campurtangan pemerintah Mesir dan Turki itu adalah seperti yang telah dikemukakan pada bahagian yang lalu, yaitu karena pergerakan muwahidin mendapat banyak tantangan dari pihak musuh-musuhnya, bahkan musuh dari pihak dalam Islam sendiri apalagi dari luar Islam, yang bertujuan sama yaitu untuk mematikan dan memadamkan api gerakan dakwah Salafiyyah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.
Oleh karena musuh-musuh gerakan Salafiyyah tidak mempunyai kekuatan yang memadai untuk menentang pergerakan Wahabiyah, maka mereka menghasut pemerintah Mesir dan Turki dengan menggunakan nama agama, seperti yang telah diterangkan pada kisah yang lalu. Akhirnya pasukan Mesir dan Turki menyerbu ke negeri Hijaz untuk membebaskan kedua kota suci Mekah dan Madinah dari cengkaman kaum muwahiddin, sehingga terjadilah peperangan di antara Mesir bersama sekutunya Turki di satu pihak melawan pasukan muwahidin dari Najd dan Hijaz di pihak lain. Peperangan ini telah berlangsung selama tujuh tahun, yaitu dari tahun 1226 hingga 1234 H.
Dalam masa perang tujuh tahun itu tidak sedikit kerugian yang dialami oleh kedua belah pihak, terutama dari pihak pasukan Najd dan Hijaz, selain kerugian harta benda, tidak sedikit pula kerugian nyawa dan korban manusia. Tetapi syukur alhamdulillah, setelah lima tahun berlangsung perang saudara di antara Mesir-Turki dan Wahabi, pihak Mesir maupun Turki sudah mulai jemu dan bosan menghadapi peperangan yang berkepanjangan itu. Akhirnya, secara perlahan-lahan mereka sedar bahwa mereka telah keliru, sekaligus mereka menyadari bahwa sesungguhnya gerakan Wahabi tidak lain adalah sebuah gerakan Aqidah murni dan patut ditunjang serta didukung oleh seluruh umat Islam.
Dalam dua tahun terakhir menjelang selesainya peperangan, secara diam-diam gerakan muwahidin terus melakukan gerakan dakwah dan mencetak kader-kadernya demi penerusan gerakan aqidah di masa-masa akan datang. Berakhirnya peperangan yang telah memakan waktu tujuh tahun tersebut, membikin dakwah Salafiyyah mulai lancar kembali seperti biasa.
Semua kekacauan di tanah Hijaz boleh dikatakan berakhir pada tahun 1239 H. Begitu juga dakwah Salafiyyah telah tersebar secara meluas dan merata ke seluruh pelusuk Najd dan sekitarnya, di bawah kepemimpinan Imam Turki bin `Abdullah bin Muhammad bin Saud, adik sepupu Amir Saud bin `Abdul `Aziz yang disebutkan dahulu.
Semenjak kekuasaan dipegang oleh Amir Turki bin `Abdullah, suasana Najd dan sekitarnya berangsur-angsur pulih kembali, sehingga memungkinkan bagi keluarga Saud (al-Saud) bersama keluarga Syeikh Muhammad (al-Syeikh) untuk melancarkan kembali dakwah mereka dengan lisan dan tulisan melalui juru-juru dakwah, para ulama serta para Khutaba.
Suasana yang sebelumnya penuh dengan huru-hara dan saling berperang, kini telah berubah menjadi suasana yang penuh aman dan damai menyebabkan syiar Islam kelihatan di mana-mana di seluruh tanah Hijaz, Najd dan sekitarnya. Sedangkan syi’ar kemusyrikan sudah hancur diratakan dengan tanah. Ibadah hanya kepada Allah, tidak lagi ke perkuburan dan makhluk-makhluk lainnya. Masjid mulai kelihatan semarak dan lebih banyak dikunjungi oleh umat Islam, dibanding ke maqam-maqam yang dianggap keramat seperti sebelumnya.
Khususnya daerah Hijaz dengan kota Mekah dan Madinah, begitu lama terputus hubungan dengan Kerajaan (daulah) Saudiyah, yaitu semenjak perlanggaran Mesir dan sekutunya pada tahun 1226 -1342, yang bererti lebih kurang seratus duapuluh tujuh tahun wilayah Hijaz terlepas dari tangan dinasti Saudiyah. Dan barulah kembali ke tangan mereka pada tahun 1343 H, yaitu di saat daulah Saudiyah dipimpin oleh Imam `Abdul `Aziz bin `Abdurrahman bin Faisal bin Turki bin `Abdullah bin Muhammad bin Saud, cucu keempat dari pendiri dinasti Saudiyah, Amir Muhammad bin Saud al-Awal.
Menurut sejarah, setelah Mekah – Madinah kembali ke pangkuan Arab Saudi pada tahun 1343, hubungan Saudi – Mesir tetap tidak begitu baik yang mana tidak ada hubungan diplomatik di antara kedua negara tersebut, meskipun kedua bangsa itu tetap terjalin ukhuwah Islamiyah. Namun setelah Raja Faisal menaiki tahta menjadi ketua negara Saudi, hubungan Saudi – Mesir disambung kembali hingga kini.
Wafatnya
Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab.
Dan Allah telah memanjangkan umurnya sampai 92 tahun, sehingga beliau dapat menyaksikan sendiri kejayaan dakwah dan kesetiaan pendukung-pendukungnya. Semuanya itu adalah berkat pertolongan Allah dan berkat dakwah dan jihadnya yang gigih dan tidak kenal menyerah waktu itu.
Kemudian, setelah puas melihat hasil kemenangannya di seluruh negeri Dar’iyah dan sekitarnya, dengan hati yang tenang, perasaan yang lega, Muhammad bin `Abdul Wahab menghadap Tuhannya. Beliau kembali ke Rahmatullah pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd). Semoga Allah melapangkan kuburnya, dan menerima segala amal solehnya serta mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amin
sumber: https://blumewahabi.wordpress.com/apa-itu-wahabiwahhabywahabisme/biografi-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab/

Sedangkan menurut pendapat yang lain adalah sebagai berikut:

ENCYCLOPAEDIA BRITANNICA: BIOGRAFI MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Oleh: KH Thobary Syadzily

Sengaja saya tidak mengambil referensi biografi singkat Muhammad bin Abdul Wahab ( pendiri Wahabisme ) dari kitab-kitab Ensiklopedi Islam yang berbahasa Arab, tapi saya ambil dari "Encyclopaedia Britannica" yang berbahasa Inggeris yang saya terjemahkan sendiri. Karena, ada sekelompok orang di pihak Wahabi Salafi yang ingin menyelewengkan sejarah dan pendiri Wahabisme supaya kedok kebohongan mereka tidak terungkap. Kata mereka: Pencetus ajaran Wahabi (Wahabisme) itu bukan berasal dari Muhammad bin Abdul Wahab dari Najd Saudi Arabia, tapi pendirinya adalah Muhammad bin Abdul Wahab as-Rustumiyah dari sebuah tempat di Afrika, yang keberadaannya jauh sebelum lahirnya Muhammad bin Abdul Wahab dari Najd Saudi Arabia.

Adapun, biografi singkat Muhammad bin Abdul Wahab dari Najd Saudi Arabia (pendiri Wahabisme) diterangkan di dalam buku " Encyclopaedia Britannica " sebagai berikut:
(http://www.britannica.com/EBchecked/topic/634033/Muhammad-ibn-Abd-al-Wahhab)

Muḥammad ibn ʿAbd al-Wahhāb
====================

Muḥammad ibn ʿAbd al-Wahhāb, (born 1703, ʿUyaynah, Arabia [now in Saudi Arabia]—died 1792, Ad-Dirʿīyah), theologian and founder of the Wahhābī movement, which attempted a return to the “true” principles of Islam.

Having completed his formal education in the holy city of Medina, in Arabia, ʿAbd al-Wahhāb lived abroad for many years. He taught for four years in Basra, Iraq, and in Baghdad he married an affluent woman whose property he inherited when she died. In 1736, in Iran, he began to teach against what he considered to be the extreme ideas of various exponents of Sufi doctrines. On returning to his native city, he wrote the Kitāb at-tawḥīd (“Book of Unity”), which is the main text for Wahhābī doctrines. His followers call themselves al-Muwaḥḥidūn, or “Unitarians”; the term Wahhābī is generally used by non-Muslims and opponents.

ʿAbd al-Wahhāb’s teachings have been characterized as puritanical and traditional, representing the early era of the Islamic religion. He made a clear stand against all innovations (bidʿah) in Islamic faith because he believed them to be reprehensible, insisting that the original grandeur of Islam could be regained if the Islamic community would return to the principles enunciated by the Prophet Muhammad. Wahhābī doctrines, therefore, do not allow for an intermediary between the faithful and Allah and condemn any such practice as polytheism. The decoration of mosques, the cult of saints, and even the smoking of tobacco were condemned.
When the preaching of these doctrines led to controversy, ʿAbd al-Wahhāb was expelled from ʿUyaynah in 1744. He then settled in Ad-Dirʿīyah, capital of Ibn Saʿūd, a ruler of the Najd (now in Saudi Arabia).

The spread of Wahhābīsm originated from the alliance that was formed between ʿAbd al-Wahhāb and Ibn Saʿūd, who, by initiating a campaign of conquest that was continued by his heirs, made Wahhābīsm the dominant force in Arabia since 1800.

Artinya:
----------
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhab, (lahir 1703 M / 1115 H, ʿUyaynah, Saudi [sekarang Arab Saudi]-meninggal 1792 M/1206 H, Ad-Dirʿ iyah), seorang teolog dan pendiri gerakan Wahhabi, yang berusaha kembali kepada prinsip-prinsip Islam yang “benar”.

Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya di kota suci Madinah, di Arabia, ʿ Abd al-Wahhab tinggal di luar negeri selama bertahun-tahun. Dia mengajar selama empat tahun di Basra, Irak, dan di Baghdad ia menikahi seorang wanita kaya yang memiliki properti yang ia warisi ketika wanita itu meninggal. Pada tahun 1736, di Iran, ia mulai mengajar dan menentang terhadap apa yang dia anggap sebagai gagasan ekstrim dari berbagai ajaran Sufi. Ketika kembali ke kota asalnya, ia menulis sebuah kitab at-Tauhid ("Kitab tentang Keesaan Allah"), yang merupakan teks utama bagi Doktrin Wahhabi. Para pengikutnya menyebut diri mereka sebagai al-Muwaḥḥidūn, atau "Unitarian", yaitu istilah Wahhabi yang biasa digunakan oleh non-Muslim dan lawan-lawannya.

Ajaran ʿAbd al-Wahhab dikarakteristikkan sebagai ajaran yang bersifat puritan dan tradisional, seperti pada masa permulaan agama Islam. Di dalam akidah Islam dia dengan terang-terangan menentang segala seauatu yang berbau bid’ah (innovasi). Dia berkeyakinan bahwa semua bid’ah itu tercela (sesat). Dia bersikeras mengatakan bahwa kemegahan murni Islam bisa diraih kembali jika masyarakat Islam kembali kepada ajaran-ajaran sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad. Olehkarena itu, doktrin Wahhabi tidak mengakui adanya perantara (tawassul) antara keyakinan terhadap sesuatu dan Allah, dan mengutuk setiap praktek yang berbau syirik (politheisme). Dekorasi masjid, ziarah ke makam-makam orang suci (seperti Nabi, waliyullah, orang shaleh dsb), dan merokok pun dikutuknya.

Ketika dia berkhutbah mengajarkan tentang doktrin-doktrin ini yang mengarah kepada kontroversi, ʿAbd al-Wahhab diusir dari ʿUyaynah pada tahun 1744. Kemudian, dia menetap di ad-Dir’ iyah, ibukota Ibnu Saʿud, penguasa Najd (sekarang Arab Saudi).

Penyebaran Wahhabisme berasal dari aliansi yang dibentuk antara Ibn Abd al-Wahhab dan Ibn Saʿud, yang dengan tegas dia mengkampanyekan penaklukan yang kemudian dilanjutkan oleh ahli warisnya, sehingga menjadikan Wahhabisme sebagai kekuatan dominan di Arabia sejak tahun 1800.
sumber http://ummatipress.com/biografi-muhammad-bin-abdul-wahab-dalam-catatan-encyclopaedia-britannica.html

bahkan diartikel diatas sangat banyak perdebatan antara pengikut wahabi dengan kaum sunni, dan diantara perdebatan mereka adalah sebagai berikut:

SARAH SALSABILA2 YEARS AGO

Pak Kiyai, saya pun lebih percaya kpd Britanika Ensyclopedia daripada Wahabi, alasannya ya karena Wahabi itu pendusta kelas berat. Di dunia ini tidak ada yg dustanya sehebat Kaum Wahabi. Di mana2 terkenal sebg Pendusta, itu saja yg saya tahu alasannya.

author
BENI2 YEARS AGO

kaum wahabi pendusta ??? masih tanda tanya, klo emang gue percaya loe, karena elo pun kata wahabi tukang boong, tapi kita khan sepakat klo berita masalah agama gak bisa diambil dari orang kafir,, yang sudah ditegaskankan dalam al-Qur’an tidak akan pernah ridha terhadap Islam, gmana si loe ?? cape deh. apa gue harus bilang wow gitu

author
PUTRI KARISMA2 YEARS AGO

beni@

Tak perlu bilang ‘Wow Gitu” lah yaw, akan tetapi anda sebaiknya buka mata lebar dan buka telinga dengarkan apa kata kaum Muslimin sedunia.

Bahwa: Wahabi itu termasuk kaum munafik, makanya benar hampir 100% kalau mereka dikenal oleh kaum muslimin sebagai para Pendusta. Kan menurut Nabi Muhammad saw, ciri2 kaum munafik itu hobby berdusta. Terlalu banyak deh kedustaan-kedustaan wahabi kalau disebutkan, kalau dibikin bukunya juga bisa berjilid-jilid.

Jadi tidak mungkin lah disebutkan di sini, mungkin saya cuma bisa sarankan pkpd anda bacalah artikel2 di blog ini, nanti akan mengetahui sedikit dari kedustaan2 Wahabi.

author
COK2 YEARS AGO

@Beni…
Lho emangnya biografi muhammad bin abdul wahab termasuk masalah agama?
bid’ah dong menurut standard wahabi..karena jaman salaf dulu ga ada biografi muhammad bin abdul wahab..

author
JABIR2 YEARS AGO

beni, masa sih biografinya Muhammad BAW termasuk masalah Agama? Wahabi ini lucu deh, biografi Imamnya juga dianggap dar bagian agama, kwk kwk kwk…. harus ada dalilnya yg shohih juga ya?

author
IBN ABDUL CHAIR2 YEARS AGO

Akhi Beni, biar aja kita lihat mereka menghabiskan waktunya utk menghujat. Nah, antum jgn lalai…terus pelajari aqidah yg benar. Jika skrg mrk sudah panik melihat perkembangan salafi (disini disebut dgn wahabi) marilah belajar terus, dan insya Allah mrk akan tambah panik atau hidayah Allah menghamiri mrk.

author
UCEP2 YEARS AGO

Eh @ibn abdul chair nongol lagi.
“Nah, antum jgn lalai…terus pelajari aqidah yg benar”

Iya kita harus mempelajari aqidah yang benar, yang datang dari Rasulullah saw dengan banyak membaca dan belajar dari al Qur’an dan as Sunnah yang benar, Tidak yang datang dari PENAFSIRAN SENDIRI. Sehingga gak selalu mencela dan mengkafirkan Umat muslim dan menentukan Muslim harus masuk Neraka, kalau bukan golongannya !!!

author
ABI RAKA2 YEARS AGO

@ibnu abdul chair

bukan panik kali kang ibnu.! tapi risih, ga nyaman soalnya wahabi doyan banget fitnah kaya cerita2 antum di sini…! betul tidak  :mrgreen:

author
MUHAMMAD GALANG2 YEARS AGO

ibn abdul chair,
aqidah yg benar itu bukan aqidah wahabi yg mengajarkan TAUHID TRINITAS itu kan?

Mas beni, hati2 jangan sampai terjerumus kpd Tauhd batil yg diajarkan oleh wahabi, itu model tauhid yg benar bid’ah dholalah, nabi dan para sahabat benar2 tidak pernah mengajarkan Tuhid model TRINITAS tsb. Sekali lagi hati2 lah.

author
ABU AHMAD2 YEARS AGO

bismillah, maksud dari mengapa ulama membagi tauhid itu menjadi tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa shifat utk mempermudah kaum muslimin agar dapat memahami tauhid dengan baik dan kalau kita pelajari al qur’an dengan baik dan disertai keinginan utk mencari kbnran insya Allah akan ditemukan jwabannya

author
@BU HILYA2 YEARS AGO

Bismillah, Faktanya pemabgian Tauhid menjadi tiga dipergunakan untuk menuduh para pelaku Tawassul sebagai orang yang tidak bertauhid dengan benar, dan pembagian Tauhid menjadi tiga tersebut juga menganggap Abu Jahal dan kaum musyrik Jahiliyah lebih bertauhid dari pada ummat Islam pelaku Tawassul….
Lihat “Kasyfus Sybuhat” dalam versi bhs, Indonesia..

author
ABU AHMAD2 YEARS AGO

sebagian ulama ada yg membgi tauhid menjadi 2 macam yaitu imam ibnul Qoyyim Rahimahullah dan yg lainnya. Dia menjadikan Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Asma wa Shifat sbg satu mcm dan menyebutnya dgn Tauhidul Ma’rifah wal Itsbat sdngkan yg kedua adlh Tauhiduth Thalab wal Qashd atau Tauhid Ilahiyyah dan Ibadah.

author
ABU AHMAD2 YEARS AGO

Tauhid Rububiyyah artinya penetapan dan pengakuaan bhw Allah Yang Maha Tinggi adlh Rabb segala sesuatu Yang mewujudkan, Yang memberi rezeki, Pemelihara dan Pengurusnya dan tdk ada sekutu bagi-Nya dlm Rububiyyah dan Kekuasaan-Nya, dalilnya adalah QS.A-Baqarah:21-22 , QS. Al-Mu’minun:84-89 dan msh bnyk dalil lainnya.
Tauhid Uluhiyyah artinya mengesakan Allah Ta’ala dgn ibadah, Allah Yang Maha Tinggi adlh Dzat yg patut dipertuhankan sekaligus disembah semata, tdk ada sekutu bagi-Nya. QS. Adz-Dzaariyat:56, QS. Nuh:23
Tauhid Asma wa Shifat artinya beriman kpd nama-nama Allah dan shifat2-Nya sebagaimn yg diterngkan dlm Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya mnrt apa yg pantas bagi Allah tnpa ta’wil,ta’thil, tamtsil dan takyif. QS. Al-Ikhlas:1-4, QS. Al A’raaf:180

author
ABU AHMAD2 YEARS AGO

Maka ada keharusan bg muslim utk menggabungkan macam2 tauhid secara keseluruhan, seseorang tdk dikatakan muslim hingga pd dirinya terhimpun macam2 tauhid tersbt, satu macam sj tdk cukup ttp semuanya harus ada dan hrs diamalkan baik secara lahir maupun bathin. Adapun Abu Jahal dan pengikutnya hanya mengakui tauhid rububiyyah mrk meyakini Allah Ta’ala yg tlh mengadakan mrk dr ketiadaan, mmlihara mrk dgn berbagai mcm kenikmatan dan YAng mengadakan segala sesuatu dn kekuasaan-Nya semata tdk ada sekutu baginya. Mrk meyakini ini dgn rinci ttp hal ini tdk memasukkan mrk kedlm Islam bahkan Rasulullah tetap memerangi mrk.

author
AL FAQIR2 YEARS AGO

fatwa ngaco dari wahabi lagi…  :mrgreen:

sejak kapan tauhid dibagi tiga?  :mrgreen:

apa Rasul mengajarkan tauhid dibagi tiga?

tauhid kalo digabungin jadi satu dong, kok malah dibagi-bagi jadi tiga….  :mrgreen:

author
ABU AHMAD2 YEARS AGO

Barokallahufiikum

author
COK2 YEARS AGO

@Abu Ahmad.. coba baca ini
Hadis riwayat Miqdad bin Aswad ra., ia berkata:
Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bertemu dengan seorang kafir, lalu ia menyerangku. Dia penggal salah satu tanganku dengan pedang, hingga terputus. Kemudian ia berlindung dariku pada sebuah pohon, seraya berkata: Aku menyerahkan diri kepada Allah (masuk Islam). Bolehkah aku membunuhnya setelah ia mengucapkan itu? Rasulullah saw. menjawab: Jangan engkau bunuh ia. Aku memprotes: Wahai Rasulullah, tapi ia telah memotong tanganku. Dia mengucapkan itu sesudah memotong tanganku. Bolehkah aku membunuhnya? Rasulullah saw. tetap menjawab: Tidak, engkau tidak boleh membunuhnya. Jika engkau membunuhnya, maka engkau seperti ia sebelum engkau membunuhnya, dan engkau seperti ia sebelum ia mengucapkan kalimat yang ia katakan. (Shahih Muslim No.139)

Dari Usamah bin Zaid ra, katanya: “Rasulullah s.a.w. mengirim kita ke daerah Huraqah dari suku Juhainah, kemudian kita berpagi-pagi menduduki tempat air mereka. Saya dan seorang lagi dari kaum Anshar bertemu dengan seorang lelaki dari golongan mereka -musuh-. Setelah kita dekat padanya, ia lalu mengucapkan: La ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar itu menahan diri daripadanya -tidak menyakiti sama sekali-, sedang saya lalu menusuknya dengan tombakku sehingga saya membunuhnya. Setelah kita datang -di Madinah-, peristiwa itu sampai kepada Nabi s.a.w., kemudian beliau bertanya padaku: “Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?” Saya berkata: “Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya untuk mencari perlindungan diri saja -yakni mengatakan syahadat itu hanya untuk mencari selamat-, sedang hatinya tidak meyakinkan itu.” Beliau s.a.w. bersabda lagi: “Adakah ia engkau bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Ucapan itu senantiasa diulang-ulangi oleh Nabi s.a.w., sehingga saya mengharap-harapkan, bahwa saya belum menjadi Islam sebelum hari itu -yakni bahwa saya mengharapkan menjadi orang Islam itu mulai hari itu saja-, supaya tidak ada dosa dalam diriku.” (Muttafaq ‘alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bukankah ia telah mengucapkan La ilaha illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Saya menjawab: “Ya Rasulullah, sesungguhnya ia mengucapkan itu semata-mata karena takut senjata.” Beliau s.a.w. bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya, sehingga engkau dapat mengetahui, apakah mengucapkan itu karena takut senjata ataukah tidak -yakni dengan keikhlasan-.” Beliau s.a.w. mengulang-ulangi ucapannya itu sehingga saya mengharap-harapkan bahwa saya masuk Islam mulai hari itu saja.

Wahai pembaca sekalian menurut Abu Ahmad untuk menjadi Muslim seseorang tidak cukup berkata “Lailahailallah” karena hanya satu jenis tauhid saja belum digabung dengan tauhid2 jenis lain.. saja sedangkan menurut Rasulullah Shalallahualaihiwasalam sudah cukup “Lailahailallah” maka dia muslim..

Sungguh perkataan Abu Ahmad ini sangat ekstrim bertentangan dengan hadist Nabi..

sumber:
http://kabarislam.wordpress.com/2012/11/10/jihad-itu-memerangi-orang-kafir-bukan-memerangi-sesama-muslim-yang-difitnah-kafir/

author
@BU HILYA2 YEARS AGO

Bismillah,

Mas @Abu Ahmad, sebagaimana pernah kami sampaikan, pada dasarnya kami tidak mempermasalahkan anda menggunakan metode Trilogi dalam mengistilahkan Tauhid.

Kaum aswaja mempermasalahkan metode tersebut dikarena metode tersebut sekaligus digunakan menuduh salah satu amaliyah ASWAJA sebagai tindakan syirik.

Ketahuilah, metode yang anda sampaikan tidak akan kami permasalahkan, sepanjang metode tersebut tidak digunakan sebagai Takfir terhadap sesama saudara muslim. Karena adalah hak anda mau bertauhid dengan pemahaman kayak apa…

author
COK2 YEARS AGO

Perpecahan ummat Islam akhir-akhir ini adalah buah dari kerancuan pemikiran kaum Wahabi seperti pemikiran Abu Ahmad di atas, gampang menuduh orang di luar kelompoknya sebagai sesat . buktinya di komentar komentar yang menyertai artikel berikut:

http://arrahmah.com/read/2012/11/26/25036-saat-ikhwanul-muslimin-membakari-kantor-ikhwanul-muslimin-sendiri.html

Giliran IM mesir (yang notabene juga varian salafi/haroki) sekarang yang difitnah

Alhamdulilah dengan adanya artikel tersebut jadi banyak orang meragukan validitas beritas arrahmah.com ini..kebanyakan bohongnya sih.

author
AGUNG2 YEARS AGO

@abu ahmad : “Adapun Abu Jahal dan pengikutnya hanya mengakui tauhid rububiyyah”.

Jawab :

Pantaskan ia menyebut kaum kafir Quraisy itu sebagai kaum yang “BERTAUHID…. “ ? Padahal, Allah swt. Telah berfirman : “Maka apakah patut Kami menjadikan orang- orang Islam itu sama dengan orang- orang yang berdosa ( orang kafir ).”(QS. Al Qalam [68];35)

“Katakanlah:” Panggillah mereka yang kamu anggap ( tuhan ) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya.”.(QS. Al Isra’ [17];56)

“Dan apabila dikatakan kepada mereka:” Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang”, mereka menjawab:” Siapakah yang Maha Penyayang itu Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami ( bersujud kepada-Nya )”, dan ( perintah sujud itu ) menambah mereka jauh ( dari iman ).” (QS. Al Furqan [25];60)

“Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan- sembahan kami karena seorang penyair gila.”(QS. Ash Shaffat [37];36)

Mengapa ia menjadikan tuhan- tuhan itu Tuhan Yang satu saja Sesungguhnya ini benar- benar suatu hal yang sangat mengherankan.(QS. Ash Shâd [38];5 )

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia:” Hendaklah kamu menjadi penyembah- penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi ( dia berkata ):” Hendaklah kamu menjadi orang- orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Dan ( tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah ( patut ) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam.” (QS. Âlu Imrân [3]; 80)

author
AGUNG2 YEARS AGO

@abu ahmad : “Tauhid Asma wa Shifat artinya beriman kpd nama-nama Allah dan shifat2-Nya sebagaimn yg diterngkan dlm Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya mnrt apa yg pantas bagi Allah tnpa ta’wil”.

Jawab :

diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt berfirman : ”Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk-Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk-Mu sedangkan Engkau Rabbul ’Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba-Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya?” (Shahih Muslim hadits No.2569)

Apakah anda akan mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti sakitnya kita?

anda ini menolak takwil, hanya untuk menutupi aqidah sesat kalian sebagai kaum mujassim dan musyabbih.

author
UCEP2 YEARS AGO

@abu ahmad
Tauhid yang ente jelaskan diatas itu, aswaja juga sudah pada tahu, yang jadi permasalahan adalah dimana kita menempatkan Tauhid itu.
Kalau ente baca kitab2 Wahabi yang Utama ditempatkan adalah 3 Tauhid itu bukan Tauhid nya sendiri.

Seperti kita ketahui, Iblis itu 3 Tauhid nya sangat luar biasa, kita lihat :
Tauhid Uluhiyah : Iblis tidak menyembah Adam as, karena yang patut disembah adalah Allah swt.
Tauhid Rububiyah : Iblis tahu bahwa Nabi Adam as adalah ciptaan Allah, jadi Adam setingkat dengan dia yaitu Mahluk Allah swt.
Tauhid Asma wa shifat : Iblis sangat tahu bahwa Allah memiliki Nama-nama Nya.

Pertanyaan nya kenapa Allah masih menghukum Iblis, bahkan Iblis kekal didalam Neraka ???
Jadi penempatan Tauhid itu sendiri dan Tauhid itu tidak bisa dibagi menjadi 3, jadi penjelasan ente adalah pengaburan Tauhid. Bukan Tauhid yang sebenarnya.

Didalam al Qur’an sendiri tidak disebutkan Tauhid itu dibagi 3, yang ada adalah penjelasan Tauhid. seperti surah al Fatihah yang mencakup 3 tauhid itu :
Uluhiyah – Iyya kana’ budu wa iyya kanastain
Rububiyah – Alhamdulillahirabbul alamin
Asma wa shifat – Arrahman ni Rohim

author
JABIR2 YEARS AGO

Betul Mas Agung, mantab dah, langsung KO itu Wahabiyyun Mujassimun, syukron.

Ada lagi lho, sifat Allah Lapar. Itu dalam satu hadits shaih yg lain. Saya tidak hapal, tetapi kurang lebih isinya, Allah menegur kaum beriman karena membiarkan Allah “kelaparn”. Tolong Mas Agung, kalau antum tahu tentang ini tolong disahere di sini.

Allah ternyata juga punya sifat “LUPA”, ini juga saya lupa haditsnya secara lengkap. Akan tetap[i bagi kami Aswaja semua itu adalah kiasan…. makanya perlu ditakwil agar sifat tsb pantas buat Allah….

author
JABIR2 YEARS AGO

Mas Admin… enak2 nih musiknya…
Jangan pindah ke chanel lain Mas, sekalian chanel ini buat belajar bahasa arab. Kalau sering dengar kan lama-lama terbiasa dg bahasa Arab. Syukron….

author
JABIR2 YEARS AGO

Mas Ucep,

Mereka itu kan “kaum burung beo”, cuma bisa membawakan perkataan orang tanpa tahu maksudnya.

author
IBN ABDUL CHAIR2 YEARS AGO

Pembelajaran tauhid dalam 3 bagian (rububiyah, ululiyah dan asma wa shifat) hanyalah utk kemudahan bagi pelajar itu sendiri. Dan bagi kami,salafiyyun, pembagian ini tdk mengikat krn ada juga yg membagi dalam 2 bagian.
Tentunya pembagian ini sama sekali tidak diperlukan pd saat semua kaum muslimin bernaung dalam aqidah yg sama,namun ketika sdh tercampur dgn aqidah yg lain, barulah para ulama membuat pembagian ini dan pembagian ini semata-mata hanya utk kemudahan dalam belajar dan berdakwah. :  :idea:

author
UCEP2 YEARS AGO

@ibn abdul chair
Wah ane makin yakin nih, bahwa ente bukan wahabi beneran !!!!
Kalau pemahaman seperti ente koment, mungkin gak terjadi pengkafiran terhadap sesama muslim.
Ini ane bandingin antara koment ente sama Kitab Fathul Majid lho, apa ane yang gak mengerti atau ente yang gak mengerti nih.

“Tentunya pembagian ini sama sekali tidak diperlukan pd saat semua kaum muslimin bernaung dalam aqidah yg sama,namun ketika sdh tercampur dgn aqidah yg lain, barulah para ulama membuat pembagian ini dan pembagian ini semata-mata hanya utk kemudahan dalam belajar dan berdakwah”.

Sungguh aneh kalau Tauhid dibuat sementara, kalau sudah tahu lantas ditinggalin begitu aja “sama sekali tidak diperlukan”. Jadi Kafir lagi dong kita.

Maaf maaf ya @ibn abdul chair, ane rasa ente mulai bingung nih.

author
AL-FAQIR2 YEARS AGO

kan, gak koksisten….  :mrgreen:

kalo pembagian tersebut tidak diperlukan, lalu kenapa dibagi2…

sudah jelas ajaran trinitas ini ada yang tidak beres, masih aja dipake, kasian orang2 awam agama, pasti masuk neraka semua…

author
UCEP2 YEARS AGO

@ibn abdul chair
Ane sekarang yakin bahwa ente bukan Wahabi beneran.
Hal itu ane bandingkan dengan Kitab Fathul Majid dengan Koment ente diatas ya.

“Tentunya pembagian ini sama sekali tidak diperlukan pd saat semua kaum muslimin bernaung dalam aqidah yg sama,namun ketika sdh tercampur dgn aqidah yg lain, barulah para ulama membuat pembagian ini dan pembagian ini semata-mata hanya utk kemudahan dalam belajar dan berdakwah”.

Tauhid kok dibikin sementara, “Sama sekali tidak diperlukan”. Lantas kalau sudah tidak dipakai lagi gimana jadi tauhidnya, kembali Kafir lagi dong.

Makanya kita kudu mengerti faham suatu golongan dan mengerti tauhid yang sebenar2nya, salah tauhid salah agama, salah agama salah juga penempatan diakhirat.

author
ABDUR2 YEARS AGO

nyimak

author
UCEP2 YEARS AGO

@ibn abdul chair
Dari koment ente, jadi jelas APAKAH PANTAS Wahabi sebagai pembawa ajaran pemurnian Tauhid ??? SALAH BESAR !!!!!
Ilmu Tauhid tidak sama dengan ilmu matematika yang dibagi menjadi 3 (Geometri, aljabar dan aritmatika) namun semuanya ilmu Matematika.

author
COK2 YEARS AGO

Saat merebut Jazirah Arab mereka membunuh para ulama…

http://kabarislam.wordpress.com/2012/12/21/sejarah-wahabi-dan-muhammad-bin-abdul-wahhab/

author
ABU DZAR2 YEARS AGO

tabayun dlu mas sebelum berkomentar, cari sumber yang shahih, jangan ikut2 tan, untuk tauhid terbagi menjadi 3 mohon di pelajari dlu ya yang berkomentar jangan asal goblek aj. oce


dari situs yang lain biografi muhammad bin abdul wahab adalah sebagai berikut:

SEJARAH WAHABI
Oleh Habib Munzir Al mousawa
Menanggapi banyaknya permintaan pembaca tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan itu sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain.
Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam.
Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya.
Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya.
Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama’ besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat:
“Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115)
Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?? Dengan segera dia menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu person pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja
yang muslim. Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa.
Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu. Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya.
Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama2 besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh.
Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata :
“Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya.
Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut.
Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali.
Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global.
Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.
Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur.
Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta.

sumber: http://kabarislamia.com/2012/12/21/sejarah-wahabi-dan-muhammad-bin-abdul-wahhab/

dan sebenarnya masih sangat banyak artikel artikel yang lain, namun karena keterbatasan kemampuan saya, maka saya cukupkan 3 artikel ini saja, dan semoga artikel ini ada manfaatnya buat kita semua amin...
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Footer1

FOOTER 2

Footer 3

Copyright 2013 Bulan Ramadlan Template by Ramadlan - Ramadlaner - Proyek Template SEO